Anita Wahid: Media Sosial Harus Digunakan dengan Sehat dan Bijak
Jumat, 11 Juni 2021 | 07:30 WIB
Jakarta, NU Online
Setiap tanggal 10 Juni di Indonesia diperingati sebagai Hari Media Sosial Nasional. Media sosial menjadi bagian penting yang mengubah lanskap kehidupan warga Indonesia sehari-hari.
Pendiri Public Virtue Institute, Anita Hayatunnufus Wahid menjelaskan cara bermedia sosial yang sehat dan bijak terlebih di masa pandemi komunikasi secara online menjadi pilihan pertama berkomunikasi dengan orang lain.
Anita mengibaratkan media sosial layaknya dua mata koin, meski media sosial membawa segudang manfaat jika digunakan dengan bijak. Namun juga dapat membawa dampak buruk seperti kejahatan digital, pengaruh buruk, bahkan yang paling sederhana namun tidak disadari adalah kecanduan jika tidak dibarengi dengan nalar kritis.
"Akibat buruknya nalar berpikir kita sangat ditentukan kepada apa yang dikatakan oleh key opinion leader (pembuat opini) di masing-masing kelompok, bukan lagi oleh nalar kita," kata Anita kepada NU Online, Rabu (9/6).
Ia menuturkan, di era ini semua orang dapat mengakses media sosial secara bebas sehingga berita hoaks dan ujaran kebencian lewat polarisasi sangat mudah tersebar. Mengingat dampaknya sangat buruk, setiap orang pasti ingin menghindarinya.
Anita mengingatkan beberapa tindakan untuk menghindari polarisasi dengan menyadari hal-hal berikut. Pertama, dengan mengidentifikasi emosi yang pertama kali muncul saat membaca berita.
"Kalau yang muncul cemas, khawatir, marah, dan benci pada kelompok tertentu, bisa jadi ini bagian dari hoaks dan propaganda. Kita jangan sampai termakan," tegasnya.
Kedua, menyegerakan diri untuk keluar dari polarisasi yang menghambat pengeksposan berita dari sumber lain karena ketiadaan izin dari kelompoknya. Dampak terburuknya adalah pengesampingan sikap tabayun sehingga orang-orang mudah dimanipulasi untuk agenda-agenda tertentu.
"Akibatnya sangat merugikan kita. Karena tidak mau melihat substansi kebijakan publik secara menyeluruh," jelas Anita.
Dampak lain dari sosial media yang sering tidak disadari adalah banyak informasi yang diragukan validitasnya di WhatsApp Grup keluarga, dan didukung juga oleh lemahnya minat baca atau literasi yang dimiliki oleh penggunanya.
Adanya fitur share membuat sebuah informasi begitu cepat berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Mudahnya penyebaran konten informasi hoaks ini terjadi karena tidak adanya filterisasi oleh para pengguna terlebih orang tua.
"Jadi sebenarnya yang perlu diperhatikan adalah pengelolaan emosinya supaya tidak timbul kecemasan," jelas Anita.
Lebih lanjut, Anita menyampaikan bahwa peran generasi milenial juga sangat diperlukan untuk meluruskan informasi jika diragukan kebenarannya, agar informasi tersebut bisa berhenti di tempat ditemukannya. Jangan sampai acuh dengan alasan tidak enak mengoreksi, karena itu juga adalah bagian kebijaksanaan bersama dalam menggunakan media sosial.
"Cara mengoreksinya ada dua, mengoreksi lewat pesan pribadi dan mengoreksi dengan menyajikan data yang akurat," tuturnya.
Oleh karena itu penting sekali bagi para pengguna media sosial terlebih WhastApp untuk lebih bijak dalam bersosial media, tidak asal share sebuah konten yang dikonsumsi melainkan mencari terlebih dahulu asal usul konten tersebut. Validitas informasi yang dimuat, layak atau tidaknya diteruskan, dan hal penting lainnya agar dapat meminimalisasi tingkat penyebaran informasi bohong.
"Di Mafindo sendiri ada Global Fact-Check Database. Kegunaannya untuk memeriksa fakta-fakta berita dengan menitikberatkan pada akurasi dan ketajaman berita dengan sumber informasi yang terpercaya," terang Presidium Mafindo ini.
Kontributor: Syifa Arrahmah
Editor: Fathoni Ahmad