Nasional

Apa dan Bagaimana Bersyukur? Ini Penjelasan Prof Nuh

Ahad, 10 Juli 2022 | 18:00 WIB

Apa dan Bagaimana Bersyukur? Ini Penjelasan Prof Nuh

Rais Syuriyah PBNU Prof Muhammad Nuh. (Foto: Tangkapan layar YouTube Istiqlal TV)

Jakarta, NU Online
Rais Syuriyah PBNU Prof Muhammad Nuh mengingatkan pada momentum Idul Adha 1443 H untuk senantiasa bersyukur atas berbagai nikmat dari Allah swt yang tak bisa kita hitung satu persatu.


Menurut Prof Nuh, bersyukur itu bukan hanya atas pemberian nikmat yang kita terima dari Allah swt. Namun, terhadap dihilangkannya bencana dan dihindarkannya kita dari berbagai macam bahaya oleh Allah swt juga harus senantiasa disyukuri.


“Hal ini karena kita sendiri tidak tahu musibah apa yang akan terjadi pada kita di kemudian waktu. Dan Allah swt telah menghindarkan musibah itu menimpa kita,” kata Prof Nuh dalam khutbah Idul Adha yang disampaikannya di Masjid Istiqlal, Ahad (10/7/2022).


“Bersyukur itu karena kita bisa bersyukur. Sebab, tidak semua orang bisa bersyukur,” sambungnya seraya mengutip ayat Al-Quran Surat Saba' ayat 13 yang mengingatkan seluruh umat manusia untuk senantiasa bersyukur atas nikmat Allah swt.


Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI) ini pun menyebut satu ciri atau tanda nikmat Allah yakni bersifat terus-menerus. Hanya sesekali saja nikmat itu berhenti atau putus. Tujuan dihentikannya nikmat itu adalah untuk mengingatkan kita bahwa selama ini sudah banyak nikmat yang diterima. 


“Sebagai contoh, berapa lama kita menderita sakit sariawan. Bisa jadi hanya dua hari. Tetapi dengan dua hari itu rasanya hidup ini menjadi sangat terganggu. Dan berapa lama kita terbebas dari sariawan,” ungkapnya.


“Sehingga kalau dibandingkan tidak ada apa-apanya. Dalam teori limit, itulah namanya infinite, menjadi tak berhingga,” imbuh Prof Nuh dalam channel YouTube Masjid Istiqlal TV.


Terasa ketika tiada
Oleh karenanya, menurut Prof Nuh, tidak ada alasan bagi kita untuk tidak bersyukur. Nikmat itu akan terasa nikmat dan terasa ketika tiada, manakala ia sudah pergi dari kita. Hal ini sudah diingatkan oleh Ibnu Athaillah Asakandari dalam Kitab Al-Hikam bahwa orang tidak akan mengetahui nilai nikmat yang didapatkannya sehingga lepas dari dirinya.


Oleh karenanya, Prof Nuh mengajak kepada semuanya untuk terus belajar bersyukur dan berterima kasih kepada siapapun yang pernah berbuat baik kepada diri kita dan juga kepada bangsa dan negara.


Selain mengajak untuk senantiasa menjadi hamba yang pandai bersyukur, Prof Nuh mengingatkan umat Islam untuk terus menanamkan rasa tunduk kepada Allah swt.


Di antaranya adalah dengan belajar dari prosesi ibadah haji yang dilakukan sangat dinamis dan penuh dengan pergerakan seperti tawaf, sa'i, wukuf, hingga mabit. Ibadah yang harus berpindah dari satu titik ke titik lainnya ini merupakan potret perjalanan hidup manusia yang muaranya adalah ketundukan kepada Allah.


Melalui ibadah haji juga bisa diambil semangat kebersamaan dalam perbedaan. Namun, di dalamnya tetap mengedepankan saling membantu bukan untuk berkompetisi, tapi untuk berkolaborasi.


Menurut Prof Nuh, ini perlu dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari karena kompetisi hanya bertujuan meraih kemenangan dengan jalan mengalahkan yang lain. Namun, dalam kolaborasi setiap orang dapat menjadi pemenang tanpa harus saling mengalahkan. Melainkan mencapai kesuksesan dan kemenangan secara bersama-sama.


“Yakinlah, kekuatan dan kedahsyatan itu akan diperoleh dalam bingkai kekitaan. Kekuatan hanya bisa dibangun melalui prinsip mutualitas positif. Karena memang ada mutualitas negatif, yaitu saling merusak dan menjatuhkan. Mutualitas positif yang bisa dibangun atas dasar kedekatan, bukan atas dasar kerenggangan. Inklusif bukan eksklusif,” jelasnya.


“Kesuburan sosial bukan kegersangan sosial. Kesantunan bukan kecongkakan. Apresiasi atas prestasi bukan cibiran. Saling memberi bukan saling mengambil atau mencuri. Membangun jiwa kedermawanan atau filantropis, semangat saling memberi bukan kepelitan. Itu bisa dijadikan sebagai mesin untuk merekatkan hubungan di dalam masyarakat,” tambahnya.


Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Musthofa Asrori