Apresiasi Grand Syekh Al-Azhar untuk Forum Lintas Iman dan Peradaban yang Digelar PBNU
Rabu, 17 Juli 2024 | 20:00 WIB
Grand Syekh Al Azhar Ahmad El Thayeb, Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf, dan Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas dalam Interfaith and Intercivilizational Reception di Hotel Pullman Central Park, Jakarta pada Rabu (10/7/2024). (Foto: NU Online/Suwitno)
Jakarta, NU Online
Perhelatan Interfaith and Intercivilizational Reception dalam rangka menyambut kedatangan Grand Syekh Al Azhar Ahmad El Thayeb di Hotel Pullman Central Park, Jakarta pada Rabu (10/7/2024) yang digelar PBNU mendapatkan apresiasi positif dari pihak Al-Azhar.
Hal tersebut disampaikan Ketua PBNU, Ulil Abshar Abdalla atau Gus Ulil melalui jaringan komunikasi yang ia terima dari pihak Al-Azhar.
"Grand Syekh sendiri, menurut informasi yang saya dapatkan melalui komunikasi beberapa orang yang mendampingi beliau, sangat senang dengan desain acara yang seperti itu karena nyambung dengan tema kedatangan Grand Syekh ke Indonesia dalam mempromosikan misi besar Al-Azhar yaitu moderasi Islam dan juga unsur antaragama," kata Gus Ulil.
Kedatangan Grand Syekh ke Indonesia disambut oleh PBNU dengan cara yang khas yaitu dengan menghadirkan enam tokoh lintas agama, termasuk Islam yang diwakili oleh Ketua Umum PBNU KH. Yahya Cholil Staquf.
PBNU mendesain acara resepsi yang bersifat lintas iman dengan latar belakang promosi hiwaarul adyaan (dialog antaragama) yang secara aktif sedang dipromosikan oleh Grand Syekh dalam beberapa tahun terakhir.
"Jadi kemarin itu, acaranya adalah acara resepsi yang diadakan oleh NU tetapi kerangka atau framework-nya adalah interfaith (antaragama)," kata Gus Ulil.
Gus Ulil memaparkan bahwa acara tersebut tak hanya diikuti oleh 1.800 partisipan yang hadir langsung, tetapi juga oleh sekira 300.000 orang secara daring yang tersebar di 3.000 titik di Indonesia.
Resepsi tersebut juga kembali mengangkat bahasan terkait dokumen persaudaraan kemanusiaan yang ditandatangani oleh Grand Syekh Ahmed El Thayeb dan Paus Fransiskus di Abu Dhabi pada (4/2/20219).
Dokumen ini lahir dari keresahan umat pemeluk dua agama terbesar di dunia, yakni Islam dan Katolik, atas permasalahan dunia seperti radikalisme, imigrasi, dan konflik kepentingan.
Gus Ulil menjelaskan bahwa kerangka human fraternity (persaudaraan kemanusiaan) yang digagas dalam dokumen tersebut sangat penting dalam menghadirkan solusi yang konkret.
"Memberikan solusi itu tidak bisa hanya dengan memberi bantuan kemanusiaan saja tetapi untuk menyelesaikan masalah juga perlu kerangka ide besarnya dulu," terangnya.
Kadang kala beberapa kalangan sering melecehkan atau menganggap remeh terhadap kerangka ide dan mementingkan untuk melakukan aksi dengan cepat saja.
Gus Ulil berpendapat bahwa hal tersebut tidak sepenuhnya benar karena aksi kemanusiaan tidak dapat menyasar ke tujuan yang tepat karena gagasan dan strategi yang belum jelas.
"Poin ini penting saya sampaikan karena seringkali orang meremehkan gagasan besarnya dulu. Penandatanganan dokumen kemanusiaan antara Grand Syekh dan Sri Paus tema besarnya adalah human fraternity yang dari situ bisa dipecah menjadi berbagai langkah strategis untuk agama sebagai solusi permasalahan dunia," pungkasnya.