Atasi Covid, Dari Ramuan Tradisional hingga Kearifan Bushido Jepang
Jumat, 26 Maret 2021 | 17:30 WIB
Cara untuk mencegah penyebaran Covid-19 yakni dengan kembali memanfaatkan obat-obatan tradisional. Nahdliyin perlu membangkitkan semangat bangsa dalam mencegah penyebaran Covid-19 dengan menggabungkan teknologi dan kearifan lokal.
Jakarta, NU Online
Ketua Umum Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) KH Asep Saifuddin Chalim menyampaikan bahwa dalam mencegah penyebaran Covid-19 di pesantren yang diasuhnya, para santri diharuskan untuk melakukan skrining sebelum memasuki pondok pesantren.
"Ketika mereka masuk di pesantren itu, skrining dulu dengan cara yang aman menurut dokter," kata Kiai Asep Saifuddin dalam Webinar Nasional dalam Rangka Harlah Pergunu ke-69, dengan tajuk National Healthy Indonesia, Jumat (26/3).
Selain itu, santri juga mengikuti rapid test untuk memastikan tidak terkena Covid-19. Para santri yang dinyatakan sehat, dapat mengikuti pelajaran dan aktivitas pesantren tanpa dibolehkan bebas keluar masuk pesantren.
Pembina Nano Center Indonesia, Nurul Taufiqu Rochman menjelaskan bahwa untuk mencegah penyebaran Covid-19 salah satunya dengan meningkatkan strategi kualitas udara. Menurutnya, untuk membunuh Covid-19 tidak bisa dilawan secara langsung. Karena itu perlu digunakan teknologi untuk memperkecil ruang gerak virus dengan menggunakan teknologi yang bernama ATTACT.
"Kita bersahabat boleh dengan Covid-19. Cuma, kita tidak boleh tertular, kan gitu ya? Di situlah kita lihat, kita harus menemukan teknologi masa kini yang bisa menghambat pergerakan Covid-19 secara meluas," kata Nurul Taufiqu.
Adapun inisiator Gerakan Indonesia Sehat Pergunu Jawa Barat, Asep Rukmana, menyampaikan cara untuk mencegah penyebaran Covid-19 yakni dengan kembali memanfaatkan obat-obatan tradisional. Nahdliyin perlu membangkitkan semangat bangsa dalam mencegah penyebaran Covid-19 dengan menggabungkan teknologi dan kearifan lokal.
"Kita dukung program vaksinasi, pendampingnya adalah jamu Nahdliyin," ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Ketua PCINU Jepang, Miftakhul Huda menyampaikan bushido bangsa Jepang dan kesesuaiannya dengan nilai-nilai Islam. Menurut Miftakhul Huda, bushido adalah etika yang tertanam dalam diri masyarakat Jepang yang dapat diaplikasikan di dalam bidang kehidupan seperti kegiatan ekonomi, politik, maupun kehidupan sehari-hari.
Menariknya, untuk menjadi bushido kita harus selalu ingat mati. Hal ini seperti hadits ataupun ajaran Islam bahwa kita harus selalu ingat mati. "Ini sangat menarik jadi orang Jepang itu dalam hidupnya itu harus selalu mengingat kematian," ungkapnya.
Lebih lanjut ia mengatakan bushido merupakan sebuah loyalitas dari masyarakat Jepang kepada pemimpinnya agar selalu berada di jalan yang benar.
"Kasus terakhir itu dari Ketua Olimpiade Jepang, mundurnya Mori salah satu mantan Perdana Menteri karena melakukan hal yang tidak pantas dengan masalah gender akhirnya ia mundur. Jadi, hampir setiap bulan itu ada berita para pemimpin atau politikus yang mundur," terangnya.
Selain itu, ia menjelaskan dalam meyakini nilai bushido yakni diajarkan untuk tidak berbohong. Maksudnya ialah bersikap totalitas dalam mengerjakan sesuatu. Untuk itu, dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Jepang saat tertimpa bencana seperti tsunami tetap memegang prinsip tidak rebutan, tetap tenang, saling membantu antarsesama.
"Kita sama-sama mengetahui lah ya. Kita sama-sama sedang kesusahan, masyarakat Jepang selalu berusaha dan mengatasi walaupun mereka percaya takdir bahkan mati atau bagaimana tetap mereka selalu berusaha maksimal untuk mencegah dan mengatasi," jelasnya.
Kontributor: Taufan Bukhari
Editor: Kendi Setiawa