Bareng Deddy Corbuzier, Gus Yaqut Sebut Orang yang Memasalahkan Perbedaan Ilmunya Cetek
Selasa, 2 November 2021 | 15:30 WIB
Jakarta, NU Online
Menteri Agama Republik Indonesia (RI) H Yaqut Cholil Qoumas (Gus Yaqut) menyebut Pancasila sebagai titik temu yang mampu menyelaraskan berbagai macam perbedaan yang ada di tanah air, termasuk agama.
“Orang kemudian masih mempermasalahan konsensus kebangsaan kita. Pancasila itu titik temu,” terang Gus Yaqut pada kanal Youtube Deddy Corbuzier Podcast, Selasa (2/11/2021).
Pancasila, lanjut Gus Yaqut, merupakan pertemuan dari banyak kepentingan dan perbedaan, termasuk agama. Ia menyebutnya sebagai ‘kalimatun sawa’. Indonesia yang kaya akan suku, ras, dan agama, kemudian justru didamaikan dengan konsensus nasional Pancasila tersebut.
Terkait perbedaan, putra Almaghfurlah KH Cholil Bisri ini menerangkan bahwa Allah swt menciptakan manusia berbeda-beda. Dalam perbedaan tersebutlah manusia diperintahkan untuk berdiskusi dan bermusyawarah dengan baik dalam menyelesaikan sebuah permasalahan, bukan dengan melalui keributan.
“Makanya, saya selalu bilang kepada mereka yang ribut tentang perbedaan itu jangan-jangan belajarnya kurang lama. Jangan emosi, ngaji dulu. Orang emosian biasanya ilmunya cetek,” kelakar Gus Yaqut.
Kendati demikian, bagi seorang Muslim di tengah kemajemukan komposisi masyarakat, sudah semestinya meyakini bahwa agama yang dianut adalah agama yang paling benar. Tetapi, Gus Yaqut mengingatkan bahwa penegasan seperti itu harus diterapkan pertama-tama pada diri sendiri. Selalu tanamkan dalam pikiran bahwa orang lain juga memiliki hak, termasuk dalam hal memilih agama.
“Kepada orang lain kita harus lunak. Dalam bahasa sederhana, kita semua memiliki hak termasuk dalam hal memilih agama. Tetapi ingat, hak kita dibatasi dengan hak orang lain. Kita tidak boleh memaksakan hak kita dalam beragama kepada orang lain,” ujar Gus Yaqut.
Gus Yaqut menegaskan, seseorang sering kali keras kepada orang lain dan cenderung lunak kepada diri sendiri. Sangat terbalik dalam ajaran Islam yang menyebutkan amar ma’ruf nahi munkar.
“Amar ma'ruf nahi munkar, bagaimana menyeru kebaikan dan mencegah kerusakan. Duluan mana, nih? serukan dulu kebaikan, baru mencegah kerusakan. Sekarang orang kebalik. Nahi munkar dulu,” kata pria kelahiran Leteh, Rembang, Jawa Tengah ini.
Agama, baginya, harus memberikan pesan damai, termasuk penghormatan kepada budaya lokal. Menukil dari kisah Nabi Muhammad saw yang diutus oleh Allah swt untuk menyempurnakan akhlak.
“Bukan untuk membuat norma dan membuat akhlak baru, tetapi menyempurnakan akhlak,” jelasnya.
Kontributor: Nuriel Shiami Indiraphasa
Editor: Aiz Luthfi