Berbagai Hambatan Perempuan di Dunia Kerja Dibedah dalam Diskusi Yayasan Rumah KitaB
Rabu, 15 Maret 2023 | 19:45 WIB
Jakarta, NU Online
Yayasan Rumah Kita Bersama (Rumah KitaB) menggelar diskusi publik bersama para tokoh (multi-stakeholders) tentang Maqasid Syariah lin Nisa untuk mendukung perempuan bekerja, di Jakarta, Rabu (15/2/2023).
Direktur Kajian Rumah KitaB Achmat Hilmi mengatakan sejak tahun 2013, Rumah KitaB telah melakukan penelitian pada isu perempuan di ruang publik dengan mengamati cara pandang atau ideologi yang mensubordinasikan perempuan dengan menggunakan argumen moral keagamaan yang sempit.
"Penelitian Rumah KitaB ini mencakup isu kemiskinan dan gender, akses perempuan atas layanan KB, serial monografi dampak perkawinan anak, serta penelitian tentang kekerasan yang dialami perempuan di Indonesia akibat cara pandang yang mengabaikan prinsip-prinsip perlindungan perempuan dalam Islam," terang Hilmi.
Dari studi itu, tutur dia, Rumah KitaB melakukan advokasi pembelajaran inklusi berbasis nilai-nilai pesantren dan nilai-nilai Ahlussunah wal Jamaah serta melakukan advokasi pencegahan perkawinan anak melalui sosialisasi buku fiqih kawin anak dan fiqih perwalian.
"Semua cara kerja advokasi ini berangkat dari rumusan metodologi dalam cara pembacaan teks yang menempatkan manusia sebagai situs terwujudnya keadilan dalam Islam," jelasnya.
Berbekal kajian-kajian kritis yang mewacanakan prinsip-prinsip dasar perlindungan kepada perempuan dan anak perempuan, ia juga tak lupa menyertakan konter narasi atas pandangan yang digunakan kalangan yang mendiskriminasikan perempuan dengan membenarkan praktik perkawinan usia anak-anak.
"Sekelompok organisasi masyarakat sipil—di mana Rumah KitaB menjadi bagian di dalamnya—berhasil mendesak Pemerintah Indonesia untuk menyetujui perubahan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan pasal 7 yang mengatur batas usia kawin bagi perempuan, dari 16 tahun menjadi 19 tahun," ungkapnya.
Berdasarkan pengalaman ini, lanjut dia, Rumah KitaB mengembangkan program pemberdayaan perempuan dalam penguatan ekonomi sebagai upaya perubahan norma gender yang lebih positif untuk advokasi hak-hak bekerja bagi perempuan.
"Upaya perubahan norma ke arah yang memberdayakan perempuan ini menjadi penting dengan naiknya pandangan yang menganggap perempuan sebagai makhluk yang minim kapastitas," ucapnya.
Anggapan-anggapan itu, tambah Hilmi, contohnya perempuan tidak bisa menjadi pemimpin, perempuan sebaiknya tidak aktif di ruang publik. Perempuan tidak boleh mengembangkan diri lebih mandiri. Atau dengan ungkapan lain yang menganggap perempuan tidak boleh bekerja atau jika pun bekerja hanya dilakukan dari rumah sebagai satu-satunya norma yang dianggap paling tepat dan pantas bagi perempuan.
"Padahal, jika menengok pada tradisi Indonesia dengan mempertimbangkan latar belakang agama dan budaya yang beragam, perempuan bekerja dan mencari nafkah bukanlah hal yang baru dan tabu, demikian juga dalam tradisi umumnya umat Islam," tegasnya.
Pewarta: Syifa Arrahmah
Editor: Kendi Setiawan