Jakarta, NU Online
Bupati Hulu Sungai Utara (HSU) Kalimantan Selatan Abdul Wahid berharap pemerintah pusat tetap mempertahankan Badan Restorasi Gambut (BRG) sebagai lembaga pemerintah. Menurutnya, sejak dibentuk tahun 2016 lalu, kehadiran BRG di daerahnya telah memberikan dampak yang positif baik untuk pengembangan lahan gambut, potensi air rawa dan pembinaan ekonomi masyarakat di perdesaan gambut.
Ia menegaskan, program BRG tidak boleh berhenti terutama program yang mengarah pada pembinaan masyarakat di perdesaan gambut dan sosialisasi-edukasi tata cara pengelolaan lahan gambut. Sebagai daerah yang memiliki lahan gambut cukup luas, Bupati Wahid khawatir pengendalian lahan gambut akan tidak signifikan jika BRG dibubarkan atau digabungkan dengan lembaga pemerintah lain.
Intinya, dia meyakini pemerintah daerah akan merasa kesulitan jika BRG dibubarkan atau peranannya dipersempit.
“Pada intinya kalau kita sebagai kepala daerah yang memiliki wilayah gambut rawa menghendaki agar lembaga ini tetap ada. Karena perannya untuk pengembangan dan pemanfaatan lahan gambut sangat besar. Tentu sangat berharap lembaga ini tetap melakukan pembinaan terhadap masyarakat dan wilayah yang potensi gambutnya besar termasuk HSU,” kata Bupati HSU Abdul Wahid kepada NU Online dihubungi dari Jakarta Senin (20/7).
Menurut Bupati Wahid, selama ini kerja-kerja BRG di daerah cukup dirasakan manfaatnya misalnya mengenai tata kelola lahan gambut menjadi lahan produktif serta pengendalian lingkungan. Pemulihan ekosistem gambut oleh BRG terus mengalami perkembangan terutama di lahan gambut yang rentan terbakar. Karena itu Bupati Wahid sangat berharap BRG dapat dipertahankan dan tidak menjadi list pada daftar 18 lembaga negara yang akan dibubarkan pemerintah pusat.
“Jadi kita berharap lembaga itu tetap ada sehingga bisa maksimal,” ujarnya.
Jika diperlukan, ucap Wahid, BRG harus menyampaikan hasil-hasil kerja di lapangan atau capaian-capaian selama melakukan program restorasi kepada pihak yang ingin membubarkan BRG.
Sebagai lembaga yang baru berjalan empat tahun lebih, dia menyadari ada keterbatasan yang dimiliki BRG misalnya belum menyeluruh sosialisasi kepada masyarakat. Hal itu kata dia menunjukkan bahwa BRG harus diperpanjang agar pendidikan soal ekosistem gambut terus berjalan.
“Kami kira sangat disayangkan kami yang memiliki rawa 89 persen dan gambut cukup besar. Kami menyayangkan kalau sampai dibekukan atau digabungkan ke lembaga lain,” tuturnya.
Pewarta: Abdul Rahman Ahdori
Editor: Muhammad Faizin