Jakarta, NU Online
Gorengan merupakan salah satu makanan yang sangat populer di Indonesia. Makanan yang satu ini kerap menarik minat masyarakat Indonesia di setiap kesempatan, termasuk saat Ramadhan.
Saat Ramadhan, gorengan sering dijadikan sebagai hidangan pelengkap berbuka puasa. Selain karena rasanya yang nikmat, gorengan juga sangat mudah dijumpai di banyak tempat. Kendati demikian, tingginya kalori dan lemak trans dalam gorengan berpotensi menimbulkan dampak buruk bagi tubuh apabila dikonsumsi berlebihan.
Ketua Lembaga Kesehatan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LK PBNU) dr HM Zulfikar As’ad menyampaikan, konsumsi gorengan saat berbuka puasa perlu dibatasi. Hal ini untuk menghindari potensi timbulnya dampak buruk apabila dikonsumsi dalam jumlah banyak.
“Bisa mengonsumsi gorengan, tapi tetap kita batasi ya,” kata dr Zulfikar As’ad saat dihubungi NU Online, Ahad (10/4/2022).
Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa minyak yang digunakan untuk menggoreng juga perlu diperhatikan. Minyak yang telah digunakan berkali-kali sampai berubah warna sudah tidak baik digunakan. Penggunaan minyak yang telah digunakan berkali-kali dalam jangka panjang berpotensi menimbulkan kanker.
“Yang dikhawatirkan adalah sudah makan gorengannya banyak, minyaknya sudah dipakai berkali-kali. Yang bisa memberikan dampak buruk bagi kesehatan kita,” ujar pria yang akrab disapa Gus Ufik.
“Kandungan minyaknya sudah rusak dampak jangka panjangnya itu ada zat-zat yang mempermudah timbulnya kanker,” imbuhnya.
Secara umum, mengonsumsi makanan yang digoreng berisiko lebih besar terkena beberapa penyakit seperti diabetes tipe 2, penyakit jantung, dan obesitas. Melansir Healthline, berikut tiga dampak buruk atau bahaya mengonsumsi makan gorengan.
Pertama, meningkatkan risiko penyakit jantung. Mengonsumsi makanan yang digoreng dapat menyebabkan tekanan darah tinggi, kolesterol, dan obesitas. Ketiganya merupakan faktor risiko penyakit jantung.
Kedua, meningkatkan risiko penyakit diabetes. Sebuah studi mencatat bahwa orang yang mengonsumsi makanan cepat saji lebih dari dua kali per minggu, dua kali lebih berpotensi untuk mengembangkan resistensi insulin, dibandingkan dengan mereka yang makan kurang dari sekali seminggu.
Resistensi insulin merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya diabetes tipe 2. Kondisi tersebut membuat tubuh tidak merespons insulin sehingga sulit memecah glukosa dalam tubuh.
Ketiga, meningkatkan risiko penyakit obesitas. Makanan yang digoreng mengandung lebih banyak kalori daripada makanan yang tidak digoreng. Mengonsumsinya dalam jumlah banyak dapat meningkatkan asupan kalori dalam tubuh secara signifikan.
Lemak trans dalam makanan yang digoreng dapat sangat berpengaruh pada penambahan berat badan. Hal ini karena dapat mempengaruhi hormon yang mengatur nafsu makan dan penyimpanan lemak.
Kontributor: Nuriel Shiami Indiraphasa
Editor: Muhammad Faizin