Dari R20 hingga ASEAN IIDC, Melihat NU dan Peran Global Kontemporer
Kamis, 24 Agustus 2023 | 13:00 WIB
Ketum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) saat ASEAN Intercultural and Interreligious Dialogue Conference atau ASEAN IIDC di Jakarta pada Senin (7/8/2023) (Foto: NU Online/Suwitno)
Jakarta, NU Online
Nahdlatul Ulama (NU), sebuah organisasi Islam terbesar di Indonesia, terus memperkuat komitmennya untuk terlibat dalam berbagai isu strategis global melalui serangkaian agenda berskala internasional yang digagas.
Di bawah komando Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya, tercatat sejak akhir 2022 NU telah menyelenggarakan sejumlah forum internasional yang menghadirkan para pemuka agama-agama dunia, cendekiawan, dan pemangku kebijakan. Agenda-agenda tersebut tidak hanya menyoroti kepedulian NU terhadap isu-isu peradaban dan kerja sama internasional, tetapi juga menegaskan peran penting organisasi ini dalam mendorong solusi-solusi konstruktif untuk tantangan-tantangan global.
Gagasan tersebut mulai dijalankan perdana melalui perhelatan G20 Religion Forum of Twenty atau R20 di Nusa Dua, Bali pada awal November 2022 lalu. Dari keberhasilan penyelenggaraan forum R20, Gus Yahya mantap untuk melanjutkan inisiatif berikutnya yakni Muktamar Internasional Fiqih Peradaban pertama di Indonesia yang digelar di Surabaya pada Februari 2023. Ia yakin forum akan memberi banyak dampak bagi pembangunan perdamaian dunia, sehingga stabilitas dan keamanan global terpelihara.
Terbaru, NU kembali menggagas sebuah forum dialog yang melibatkan pemuka agama, cendikiawan, serta pemangku kebijakan. Forum tersebut adalah ASEAN Intercultural and Interreligious Dialogue Conference atau ASEAN IIDC di Jakarta pada Senin, 7 Agustus 2023 lalu.
Pengamat Hubungan Internasional Central China Normal University (CCNU), Ahmad Syaifuddin Zuhri, melihat bahwa NU memasuki abad keduanya tidak hanya dituntut untuk urusan domestik semata.
"Sangat penting dan memang saatnya NU terlibat dalam isu-isu strategis internasional. Peran NU sebagai aktor non-negara (non-state actor) menjadi salah satu pilar yang tidak hanya penting bagi NU itu sendiri, tapi juga menguatkan diplomasi Indonesia yang mengusung perdamaian global," kata Zuhri kepada NU Online, Kamis (24/8/2023).
Dalam hal ini, ia menilai NU sebagai salah satu pilar dalam Multitrack Diplomacy Indonesia di tataran global. Peran aktif PBNU dalam isu internasional juga untuk mengusung kepentingan nasional dan kepentingan masyarakat global di tengah banyaknya konflik di belahan negara lain yang menggerus nilai-nilai kemanusiaan.
Dalam mendukung itu, Zuhri mengingatkan salah satu peran penting adalah dengan melibatkan Pengurus Cabang Istimewa (PCINU) yang tersebar di lebih dari 30 negara sebagai langkah untuk memperluas jangkauan aksi dan pengaruh NU.
“PCINU yang tersebar di lebih dari 30 negara juga harus digandeng penuh oleh PBNU. Ini perlu digarisbawahi. Karena selama ini, kami lihat sementara ini, PCINU masih belum terlalu dilibatkan dalam isu-isu global oleh PBNU,” tuturnya.
“Padahal PCINU adalah yg sehari-hari mengetahui dan praktik langsung, salah satunya adalah bagaimana membawa nilai moderasi Islam Indonesia ke negara lain dan mengetahui mendalam masing-masing budaya negara setempat yang beragam,” sambung dia.