Demi Kemanusiaan, Sekjen PBNU Minta 4 Ibu dan Balita Dibebaskan dari Penjara
Senin, 22 Februari 2021 | 02:55 WIB
Sekjen PBNU HA Helmy Faishal Zaini saat menjenguk empat ibu yang terbelit kasus di Lombok. (Foto: dok. istimewa)
Lombok, NU Online
Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), HA Helmy Faishal Zaini meminta agar penahanan empat wanita dan balitnya di Rutan Praya, Lombok Tengah dibebaskan. Sebelumnya, mereka dilaporkan karena melempar pabrik tembakau UD Mawar milik Suhardi pada 26 Desember 2020 lalu.
Menyikapi peristiwa penahanan tersebut, Helmy Faisahl menegaskan, pihak penegak hukum dalam hal ini harus mengedepankan restorative justice (keadilan restoratif) dengan mempertimbangkan aspek kemanusiaan bahwa yang ditahan adalah 4 ibu rumah tangga dan 2 balita.
"Hukum wajib dijunjung tinggi kepada siapa pun, namun dalam perkara ini yang harus dikedepankan adalah kemanusiaan, mengingat 4 IRT dan 2 Balita masih sangat dibutuhkan oleh keluarga," ujar Helmy Faishal kepada NU Online, Senin (22/2).
Dia meminta kepada penegak hukum untuk menangguhkan proses penahanan kepada 4 IRT dan 2 Balita tersebut. Sekaligus segera melalukan proses hukum secara adil agar 4 IRT dan 2 Balita bisa dibebaskan.
"Saya siap menjaminkan diri untuk penangguhan penahanan 4 IRT dan 2 Balita demi keadilan dan kemanusiaan," tegas Helmy.
Sebanyak empat perempuan asal Desa Wajageseng, Kecamatan Kopang, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, harus mendekam di Rumah Tahanan (Rutan) Praya sejak Rabu (17/2/2021). Dua dari empat ibu yang ditahan bahkan membawa serta balita ke Rumah Tahanan (Rutan) Praya Lombok Tengah.
Diketahui, empat IRT ditahan karena diduga melakukan perusakan gudang pabrik tembakau UD Mawar di Desa Wajageseng, Kecamatan Kopang dengan cara melempar batu. Bahkan dua balita masing-masing berumur 1 tahun dan 1,5 tahun terpaksa ikut menginap bersama ibu mereka di dalam tahanan.
Kempat IRT itu adalah Nurul Hidayah, Martini, Fatimah, dan Hultiah. Semuanya warga Dusun Eat Nyiur, Desa Wajageseng. Mereka diancam pasal 170 KUHP ayat 1 dengan ancaman pidana 5-7 tahun penjara.
Pewarta: Fathoni Ahmad
Editor: Kendi Setiawan