Jakarta, NU Online
Shalat merupakan ibadah fardhua’in bagi setiap orang Islam yang mukallaf. Tidak sedikit manusia yang berpikir bahwa sejauh mana shalat seseorang bisa diterima oleh Allah SWT.
Terkait hal ini, Pengasuh Pondok Pesantren Raudhatul Muhibbin Caringin, Bogor, Jawa Barat KH M. Luqman Hakim menerangkan beberapa hal yang hendaknya perlu dilakukan seseorang dalam menyikapi shalat.
Penulis buku Jalan Hakikat ini menjelaskan, setiap Muslim hendaknya bersikap bahwa shalat wajib maupun sunnah yang dilakukannya belum seberapa.
“Tanda shalat diterima itu merasa bahwa amal ibadah kita belum apa-apa,” ujar Kiai Luqman Hakim dikutip NU Online lewat akun twitter pribadinya, @KHMLuqman yang ia tulis pada 22 Maret 2018 lalu.
Walau begitu, Direktur Sufi Center Jakarta ini mendorong sikap baik sangka (husnudzon) kepada Allah terkait shalatnya. Sebab menurutnya, seorang hamba bisa shalat bukan datang dari dirinya, tetapi datang dari Allah.
“Tetap husnudzon karena kita bisa shalat justru datang dari Dia bukan dari kita,” terang Doktor lulusan University of Malaya, Malaysia ini.
“Bagaimana tidak diterima kebajikan yang datang dari Dia sendiri,” jelas Kiai Luqman.
Praktisi Tasawuf ini menegaskan, seorang hamba harus sadar bahwa setiap kebaikan dan kebajikan datang dari Allah SWT. Karena sikap demikian, menurut Kiai Luqman, merupakan tanda-tanda diterimanya amal kebajikan.
“Tanda diterima, bila sadar semua kebajikan itu dari Dia. Bukan dari kita,” tutur penulis buku Jack & Sufi: Sufisme di Remang-remang Jakarta ini.
Penjelasan Kiai Luqman Hakim di atas merupakan jawaban dari pertanyaan seorang follower-nya di twitter bernama bani adam (@sandalesudro):
“Pak Yai @KHMLuqman ngapunten, mau tanya. Sikap kita waktu selesai sholat harus bgmn? Husnudzon diterima atau tetap ngandap, sholat kita bukanlah apa2. Matur sembah nuwun Yai,” tanya dia. (Fathoni)