Di Balik Pesantren As'adiyah Sengkang Jadi Tuan Rumah MQK 2025
Sabtu, 4 Oktober 2025 | 08:00 WIB
Wajo, NU Online
Pondok Pesantren As'adiyah Sengkang, Wajo, Sulawesi Selatan ditunjuk Kementerian Agama sebagai tuan rumah Musabaqah Qiraatil Kutub (MQK) Nasional Ke-8 dan MQK Internasional Ke-1. Kegiatan ini berlangsung pada 1-7 Oktober 2025.
Pilihan lokasi ini didasarkan atas pertimbangan Sulawesi belum pernah ditempati sebagai lokasi MQK. Beberapa MQK sebelumnya digelar di Jawa, Jambi, NTB, Kalimantan Selatan.
"Pemerataan Islam rahmatan lil 'alamin kita bawa ke Sulawesi Selatan. Cukup berkembang pesat Islam dan pesantren," kata Direktur Pondok Pesantren Basnang Said saat Dialog Media Musabaqah Qiraatil Kutub (MQK) Nasional Ke-8 dan MQK Internasional Ke-1 di Sengkang, Wajo, Sulawesi Selatan, Jumat (3/10/2025).
Sementara Pesantren As'adiyah dipilih karena kebesaran pengaruh, usia pesantren, dan keluasan jejaringnya. Dari sisi usia, pesantren ini dua tahun lagi genap berusia satu abad secara kalender Hijriah.
Sementara dari pengaruh dan jejaring, banyak ulama di wilayah Indonesia bagian timur, khususnya Sulawesi, berguru pada AGH Muhammad As'ad, pendiri pesantren tersebut. Tak pelak, lebih dari 400 cabang pesantren ini telah berdiri di seluruh Indonesia.
Sebelumnya, Menteri Agama Nasaruddin Umar menyampaikan bahwa Pesantren As'adiyah didirikan pada tahun 1930. Sosok ulama Bugis yang mendirikan pesantren ini lahir dan tumbuh berkembang di Makkah dari kedua orang tua yang berasal dari Sulawesi.
"Dalam usia 30 tahun, (ia) kembali (ke Wajo) membuka, merintis pesantren," katanya dalam pembukaan MQK pada Kamis (2/10/2025).
Pendiri Pesantren Darud Da'wah wal Irsyad (DDI), para ulama dari Bone dan Soppeng juga berguru kepada AGH As'ad.
Di zaman itu, Nasaruddin melihat bahwa memang ulama besar yang belajar dari Makkah dan Mesir kembali ke Tanah Air guna membentuk karakter kebangsaan.
Ia mengaku sepakat dengan pandangan cendekiawan Nurcholish Madjid, bahwa pesantren di Indonesia merupakan pendidikan yang sudah tersistem sejak abad 14. "Seandainya tidak kalah secara politik, maka kita menemukan universitas terkemuka (di pesantren," pungkasnya.