Di Hadapan Menlu AS, GP Ansor Tegaskan Islam Tidak Identik dengan Teror
Kamis, 29 Oktober 2020 | 16:05 WIB
Ketua Umum PP GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas menyerahkan plakat kepada Menlu AS Mike Pompeo usai forum dialog yang digelar di Hotel Four Seasson, Jakarta, Kamis (29/10). (Foto: dok. istimewa)
Jakarta, NU Online
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Gerakan Pemuda (GP) Ansor H Yaqut Cholil Qoumas mengungkapkan, peradaban umat manusia yang menghargai perbedaan agama, suku, ras, kepercayaan, adat istiadat, dan budaya harus terus diwujudkan.
Berdasarkan rilis yang diterima NU Online, pernyataan tersebut diungkapkan usai pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Michael Pompeo bertajuk Nurturing The Share Civilization Aspirations of Islam Rahmatan Li Al-'amin The Republic of Indonesia and The United Stated of America, di Hotel Four Seasson Jakarta, Kamis (29/10).
Melalui pertemuan itu, Gus Yaqut menegaskan bahwa GP Ansor ingin meluruskan citra Islam, terutama di dunia Barat. Menurutnya, Islam tidak identik dengan kekerasan dan teror.
"Karena Islam adalah agama yang penuh rahmah, penuh kasih sayang, yang di Indonesia dikenal dengan Islam yang rahmatan lil 'alamin," ungkapnya.
Gus Yaqut menegaskan, prinsip Islam rahmatan lil alamin dan ideologi Pancasila, sangat menghargai perbedaan-perbedaan itu. Langkah ini sejalan dengan komisi yang dibentuk Mike Pompeo terkait Hak Asasi Manusia yang Tidak Bisa Dicabut (Unalienable Rights).
Selanjutnya, Gus Yaqut juga menjelaskan bahwa dialog ini dimaksudkan untuk menyamakan cara pandang antara Indonesia dan Amerika terhadap persoalan-persoalan itu. Ia berharap, peradaban dunia akan menjadi lebih baik.
"Peradaban dunia yang bebas dari konflik dan menggunakan hak-hak dasar, hak asasi manusia yang tidak bisa dicabut sebagai norma untuk menciptakan perdamaian," jelas Gus Yaqut.
Ia melanjutkan, pihaknya juga ingin menunjukkan bahwa Islam yang didakwahkan ulama di Indonesia adalah Islam yang moderat, yakni ajaran Islam yang sangat berbeda dengan yang ditemui di dunia Barat. Seperti kejadian terakhir di Prancis, belakangan ini.
"Pemerintah Amerika saya kira penting melihat Islam di Indonesia bahwa ternyata tidak seperti gambaran Islam di dunia Barat yang dicitrakan negatif," ungkap Gus Yaqut.
"Oleh karena itu beliau (Mike Pompeo) mau datang ke sini, ingin melihat secara langsung dan mudah-mudahan ini juga menjadi bagian dari dakwah Nahdlatul Ulama bahwa Islam itu, ya memang seharusnya melindungi semuanya, menjadi rahmat bagi sekalian alam," imbuhnya.
Gus Yaqut menerangkan, pertemuan dengan Mike Pompeo ini berawal dari deklarasi Humanitarian Islam yang dilakukan Ansor dua tahun lalu di Jombang. Yakni, bagaimana menerjemahkan Islam untuk kemanusiaan, Islam yang menghargai perbedaan.
"Setelah deklarasi itu, kita berkorespondensi dengan banyak pihak, salah satunya dengan Pemerintah Amerika Serikat," terangnya.
Ia bersyukur bahwa dalam kurun waktu sebulan terakhir ini, telah mendapatkan respons positif dari Pemerintah Amerika. Seperti Mike Pompeo yang berkenan untuk hadir ke Indonesia dan datang di forum Ansor.
Indonesia bisa jadi negara maju
Dalam pertemuan tersebut, Mike Pompeo menyebutkan bahwa Indonesia bisa menjadi negara maju. Begitu pula halnya Islam sebagai agama mayoritas di Indonesia, yang tidak ada alasan untuk tidak bisa berdampingan dengan agama lain.
"Saya percaya Indonesia bisa maju. Tidak ada alasan Islam tidak bisa berdampingan dengan agama lain," katanya.
Menurut Pompeo, hidup harmoni secara bersama dan saling menghormati adalah hal yang sangat penting. Ia bahkan menyebut bahwa motto 'Bhineka Tunggal Ika' sama dengan motto yang dimiliki Amerika Serikat. Termasuk UUD 1945 yang menyatakan bahwa semua orang bebas melaksanakan dan memilih agama yang dianutnya.
Pompeo juga menyatakan, soal hak-hak dasar manusia yang tidak bisa dicabut. Di antaranya hak-hak kebebasan hati nurani dan kebebasan beragama. Ia memuji NU yang bisa memainkan peran penting untuk membina harmoni sebagai masyarakat yang bebas.
"Oleh karena itu, NU sebagai organisasi muslim, sangat kuat untuk menjaga hak-hak yang tidak bisa dicabut (Unalienable Rights)," katanya.
Dikatakan juga, bahwa NU dan Muhammadiyah sebagai ormas keagamaan, bisa menjaga tradisi toleransi dalam negara demokrasi yang berkembang pesat.
Pompeo mencontohkan bahwa kebebasan beragama dijamin dalam konstitusi negaranya (Amerika Serikat). Hal itu pula yang menyebabkan AS bisa berdiri lebih tegak dibandingkan negara-negara lain di Barat.
"Masyarakat AS bebas memeluk agamanya dan menjunjung toleransi. Kebebasan memeluk agama dan menegakkan toleransi harus diteruskan," tegas Pompeo.
Lebih jauh, Pompeo menyebut nama Presiden ke-4 RI KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang berhasil mengawal masa transisi Indonesia menuju demokrasi dan menjunjung tinggi kemanusiaan.
"Kemudian dilanjutkan dengan pemimpin NU selanjutnya yang mengampanyekan Islam Nusantara. (Dan) kelompok Islam moderat (di Indonesia) bisa 'memukul' kelompok ISIS," pungkas Pompeo.
Sebagai informasi, Usai dialog yang dipandu Katib Aam PBNU KH Yahya Cholil Staquf ini, Gus Yaqut menyerahkan plakat kepada Mike Pompeo. Plakat tersebut berisi teks dukungan GP Ansor terhadap aspirasi yang diungkapkan dalam Laporan Commission on Unalienable Rights.
Di dalamnya juga memuat pernyataan kesiapan untuk berjuang bersama orang-orang yang berkehendak baik, dari setiap agama dan bangsa untuk mendorong munculnya tatanan dunia yang benar-benar adil dan harmonis, yang didasarkan pada penghormatan atas persamaan hak dan martabat setiap manusia. Isi dalam plakat tersebut juga dibacakan langsung di depan Pompeo.
Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Fathoni Ahmad