Direktur GTK Kemenag Sebut 1% Guru di Indonesia Kreatif, 99% 'Guru Kurikulum'
Ahad, 28 Maret 2021 | 01:30 WIB
Jakarta, NU Online
Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Madrasah Ditjen Pendis Kementerian Agama, Muhammad Zain, mengungkapkan kondisi bahwa dari jumlah guru yang ada di Indonesia saat ini, hanya ada 1 % guru yang masuk dalam kategori guru kreatif. Sisanya, yakni 99% merupakan ‘guru kurikulum’ yakni guru yang mengajar hanya menjalankan tugas menyelesaikan target kurikulum.
“Lebih penting dari guru kurikulum, adalah guru inspiratif yang bisa mengajarkan anak-anak kita untuk menghadapi persoalannya sendiri, secara mandiri dan bisa menemukan problem solver (penyelesaian masalah) terhadap persoalan-persoalan hidupnya,” ungkapnya.
Menurut Zain, pendidikan bukan hanya merespon perubahan, namun pendidikan juga harus melakukan perubahan terhadap dunia. Oleh karenanya, guru saat ini harus menjadi inspiring teacher (guru yang menginspirasi) dan think out of the box (guru yang mengajarkan segala hal) termasuk mengajarkan kehidupan.
Saat ini, ungkapnya, peradaban manusia sudah memasuki Internet of Thing (IoT) yakni kondisi di mana internet sudah menjadi bagian penting dari kehidupan manusia karena semua orang terhubung melalui jaringannya. Hampir semua informasi yang dibutuhkan oleh manusia pun sudah ada di internet.
Namun di tengah kemudahan dan banjirnya informasi yang tiap detik mengalir ini, justru manusia menghadapi kondisi the end of expertise yakni berkurangnya literasi. Hal ini tentu berbanding terbalik karena ketika informasi berlimpah, manusia seharusnya semakin cerdas.
“Tetapi ternyata semakin melimpah informasi, ternyata hoaks juga semakin tumbuh subur di media sosial. Anehnya, banyak masyarakat kita yang percaya pada hoaks itu. Ini paradoks yang terjadi di kita,” kata Zain dalam Webinar Sarasehan Nasional Hari Ulang Tahun ke-69 Pergunu yang diselenggarakan Pimpinan Wilayah Pergunu Lampung dengan tema Guru NU Mencerdaskan Bangsa, Sabtu (27/3).
Kemudian semakin melimpah informasi di era media sosial saat ini, ungkapnya, terjadi fenomena perlawanan terhadap keilmuan yang baku. Ia mencontohkan hal ini dengan banyaknya masyarakat yang sampai saat ini belum percaya dengan adanya virus Corona dan menganggapnya sebagai hoaks. Begitu juga ketidakpercayaan mereka pada vaksin.
Kondisi ini, menurut dia, menjadi tantangan dan pentingnya kehadiran guru untuk memberikan pencerahan kepada anak didik dan masyarakat. Guru harus ikut serta mengintervensi ruang-ruang publik dengan memberi narasi positif.
“Guru harus menulis walaupun singkat seperti essay yang itu akan dipedomani dan dipelajari oleh peserta didik kita. Guru hari ini tidak boleh lagi diam,” ajak pria asal Mandar, Sulawesi Barat ini.
Ia juga berharap, guru-guru Pergunu bisa menjadi sosok guru hebat yang salah satu cirinya adalah bukan hanya inspiratif dan kreatif, namun juga guru-guru yang memiliki empati dan mengajar dengan cinta. Inilah yang menurutnya harus dihadirkan di ruang-ruang kelas.
“You can only learn from someone that you love. Engkau hanya bisa belajar dari orang yang kau cintai,” pungkas mantan Kepala Puslitbang LKKMO Balitbang Diklat Kemenag ini mengutip pernyataan seorang ahli.
Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Musthofa Asrori