Dituduh Komunis, Keluarga Aktivis Lingkungan Budi Pego Minta Dukungan PBNU
Rabu, 9 Agustus 2023 | 07:00 WIB
Keluarga beserta kerabat aktivis lingkungan hidup dan pembela HAM, Heri Budiawan alias Budi Pego, bersama Ketua PBNU Mohamad Syafi’ Alielha (kelima dari kiri) di Gedung PBNU Jakarta, Selasa (8/8/2023). (Foto: NU Online/Syifa)
Jakarta, NU Online
Keluarga beserta kerabat aktivis lingkungan hidup dan pembela HAM, Heri Budiawan alias Budi Pego mendatangi Kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di Jakarta Pusat, pada Selasa (8/8/2023).
Mereka diterima langsung oleh Ketua PBNU Mohamad Syafi’ Alielha atau Savic Ali. Mereka sengaja datang untuk meminta dukungan PBNU memperjuangkan kebebasan Budi Pego yang ditangkap dan ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Banyuwangi karena dituduh berpaham komunis.
Budi Pego adalah warga Desa Sumberagung yang menolak adanya tambang emas di Gunung Tumpang, Pitu, Banyuwangi, Jawa Timur. Tambang emas itu milik anak perusahaan PT Merdeka Copper Gold yakni PT Bumi Suksesindo (PT BSI) dan PT Damai Suksesindo (PT DSI). Ia dituduh mengibarkan spanduk berlogo palu arit saat aksi menolak perusahaan tambang pada April 2017 dan turut disangka menyebarkan komunisme.
Baca Juga
LPNU Perjuangkan Nasib Petani Garam
Budi Pego dijerat dengan pasal tentang kejahatan terhadap keamanan negara. Perkaranya pun naik sampai ke pengadilan dan ia dituntut 10 bulan penjara oleh Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Banyuwangi.
"Kasusnya sejak 2016 dan sidang 2017 dengan tuduhan menyebarkan paham komunisme. Budi dijerat pasal 107a KUHP dan divonis 10 bulan penjara. Kemudian, pada 2018 Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi pihak Budi Pego, dan mengubah putusan menjadi empat tahun penjara," ungkap Muhammad Saleh dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya.
Putusan empat tahun penjara yang dijatuhkan MA, menurut Saleh, tidak berdasar lantaran spanduk palu arit sebagai bukti tuduhan tidak dihadirkan di PN Banyuwangi, saat persidangan, termasuk orang-orang yang membentangkannya. Selain itu, ia juga menyampaikan bahwa Budi Pego sendiri tidak memahami apa itu Marxisme, Komunisme dan Leninisme. Budi Pego adalah mantan seorang pekerja migran Indonesia di Arab Saudi.
"Jadi kalau kami berargumen bahwa Budi ini tidak memahami Komunisme, Marxisme dan lainnya, karena latar belakang pendidikan yang juga tidak begitu tinggi. Dia sebetulnya hanya TKI yang bertindak saat melihat lingkungannya rusak," jelas dia.
Dari kacamata Saleh, Budi Pego adalah seorang aktivis lingkungan yang semestinya mendapat perlindungan hukum. Karenanya, ia meminta dukungan PBNU untuk bisa memperjuangkan kebebasan Budi Pego lewat jalur amnesti, mengingat peran dan relasi strategis PBNU dengan pemerintah.
"Saya rasa dengan sayap NU yang begitu luas kita bisa mendapat dukungan," ucapnya.
Menanggapi hal itu, Savic Ali mengatakan bahwa PBNU akan membantu pembebasan hukum Budi Pego. Ia menegaskan bahwa PBNU memiliki fokus dan perhatian yang besar pada isu-isu, permasalahan agraria. Hal itu ditampakkan termasuk dari sikap PBNU yang meminta Presiden Jokowi untuk memberikan grasi kepada tokoh NU KH Nur Aziz serta dua petani dari Desa Surokonto, Kendal, Jawa Tengah, Sutrisno Rusmin (64) dan Mujiyono (40) terpidana kasus tukar guling lahan PT Semen Indonesia dengan pihak Perhutani di Kabupaten Kendal.
"PBNU akan mendukung dan mengusahakan harapan teman-teman untuk mendapatkan amnesti atau apapun. Saya kira Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) juga akan mendukung ini," ucap Savic.
Dalam hal ini, PBNU kata Savic, ingin dapat membantu sebisa mungkin, siapapun tanpa pandang bulu. Karenanya, ia berkomitmen untuk mempelajari lebih jauh mengenai informasi yang diterimanya. Hal ini akan dirembugkan dalam rapat dengan pengurus lainnya untuk diambil keputusan organisasi.