Nasional

Dorong Masjid Lebih Ramah Perempuan, Kemenag Soroti Minimnya Marbot Perempuan

Rabu, 26 November 2025 | 20:15 WIB

Dorong Masjid Lebih Ramah Perempuan, Kemenag Soroti Minimnya Marbot Perempuan

Staf Khusus Bidang Kemasjidan Menteri Agama RI Farid F Saenong saat mengisi materi pada agenda Temu Nasional Marbot Masjid Indonesia, Selasa (25/11/2025). (Foto: Kemenag)

Jakarta, NU Online

Jumlah jamaah perempuan di masjid-masjid Indonesia dinilai jauh lebih tinggi dibandingkan di banyak negara lain. Mereka aktif mengikuti shalat berjamaah seperti dhuhur, ashar, dan maghrib, serta rutin menghadiri majelis taklim.


Kondisi ini menunjukkan bahwa perempuan merupakan pengguna masjid yang signifikan, meskipun pada pelaksanaan shalat Jumat jamaah laki-laki tetap mendominasi.


Namun demikian, keberadaan marbot perempuan yang membantu kebutuhan jamaah perempuan masih sangat minim. Di banyak masjid, posisi marbot umumnya diisi oleh laki-laki.


Staf Khusus Bidang Kemasjidan Menteri Agama RI, Farid F Saenong, menyoroti banyaknya persoalan teknis yang berkaitan langsung dengan jamaah perempuan namun sering luput dari perhatian pengelola masjid.


“Salah satunya adalah ketersediaan pembalut bagi jamaah yang tiba-tiba membutuhkannya,” ujar Farid saat menjadi narasumber dalam Temu Nasional Marbot Masjid Indonesia, Selasa (25/11/2025).


Menurut Farid, hal-hal kecil seperti ini harus menjadi bagian dari manajemen masjid yang lebih bijak, responsif, dan peka terhadap kebutuhan jamaah. Ia mengajak peserta untuk merefleksikan apakah marbot laki-laki dapat menangani persoalan tersebut secara maksimal, atau jika perlu dihadirkan marbot perempuan.


Selain itu, Farid menekankan pentingnya memastikan masjid menjadi ruang aman dan memberikan kesempatan yang setara bagi seluruh jamaah.


“Prinsip ini menjadi nilai dasar yang dapat dikembangkan agar masjid benar-benar menjadi tempat yang ramah bagi siapa saja, termasuk perempuan yang beraktivitas lebih intens di dalamnya,” tambahnya.


Secara umum, para marbot juga perlu menjaga mentalitas pelayanan. Masjid harus dikelola dengan semangat customer service, yakni melayani jamaah secara optimal.


“Jamaah datang dan merasa dilayani, bukan kita yang menunggu-nunggu,” tegas Farid.


Ia mencontohkan layanan prima sebagaimana petugas bank yang selalu menyapa nasabah dengan ramah dan menanyakan, “Ada yang bisa kami bantu?” bahkan setelah satu urusan selesai, tetap menanyakan kembali apakah masih ada kebutuhan lain.


Dengan hadirnya marbot perempuan, pelayanan di masjid diharapkan menjadi lebih lengkap, sensitif, dan sesuai dengan kebutuhan jamaah yang beragam.