Nasional

DPR Klaim KUHAP Baru Kedepankan Perlindungan HAM dan Kesetaraan di Hadapan Hukum

Rabu, 19 November 2025 | 18:30 WIB

DPR Klaim KUHAP Baru Kedepankan Perlindungan HAM dan Kesetaraan di Hadapan Hukum

Ilustrasi hukum. (Foto: Freepik)

Jakarta, NU Online

Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, mengklaim bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (UU KUHAP) yang baru disahkan pada Senin (18/11/2025) lalu, mengedepankan kehati-hatian, perlindungan HAM, serta kesetaraan di hadapan hukum. Hal itu disampaikannya saat jumpa pers Komisi III DPR RI di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (19/11/2025).


Ia meluruskan anggapan bahwa Pasal 5 memungkinkan upaya paksa tanpa dasar, dengan menjelaskan bahwa penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan dilakukan pada tahap penyidikan, bukan penyelidikan, guna mengatasi keterbatasan jumlah penyidik.


Ia menegaskan bahwa upaya paksa dalam KUHAP baru diatur lebih ketat, karena penggeledahan Pasal 113, penyitaan Pasal 119, dan pemblokiran Pasal 140 wajib mendapat izin ketua pengadilan. Dalam keadaan mendesak, tindakan tersebut tetap harus memperoleh persetujuan hakim dalam 2×24 jam sebagaimana diatur Pasal 113 ayat 5.


"(Adapun) Khusus mengenai Penyadapan Pasal 136, aturannya akan diatur dalam undang-undang tersendiri secara lebih ketat, dan KUHAP hanya berfungsi sebagai lex generali," jelasnya.


Terkait kekhawatiran soal metode investigasi khusus dalam Pasal 16, Habib menegaskan bahwa perluasan metode seperti undercover buy (pembelian terselubung) dan controlled delivery (pengiriman terkendali) tidak berlaku untuk seluruh tindak pidana, melainkan hanya untuk investigasi khusus sebagaimana diatur dalam undang-undang tertentu.


"Kami tegaskan, itu tidak benar. Metode penyelidikan memang diperluas, namun hanya untuk investigasi khusus, bukan untuk semua tindak pidana. Dalam penjelasan Pasal 16 RUU KUHAP menyebutkan bahwa ketentuan tersebut merupakan teknik investigasi khusus yang diatur dalam Undang-Undang, antara lain, pada Undang-Undang mengenai narkotika dan psikotropika," katanya.


Soal restorative justice, ia menyatakan bahwa mekanisme tersebut memang dapat diterapkan sejak penyelidikan, tetapi harus dilakukan tanpa paksaan dan berada di bawah penetapan pengadilan.


"Mekanisme keadilan restoratif dapat diterapkan sejak tahap penyelidikan hingga pemeriksaan di pengadilan," katanya.

 

Habib juga membantah dugaan diskriminasi terhadap penyandang disabilitas, termasuk klaim perpanjangan penahanan dan penghukuman tanpa batas waktu.


"RUU KUHAP tidak memuat ketentuan yang memberikan perpanjangan durasi penahanan berdasarkan kondisi kesehatan, baik gangguan fisik maupun mental, dari tersangka atau terdakwa. Rumusan demikian secara sadar tidak diadopsi oleh Pemerintah karena bertentangan dengan prinsip dasar perlindungan hak asasi manusia dan asas nondiskriminasi," katanya.


Sebelumnya, Ketua DPR RI Puan Maharani, telah resmi mengesahkan UU KUHAP dalam Rapat Paripurna DPR RI Ke-8 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2025-2026, di Gedung Nusantara II, Kompleks DPR RI, Senayan, Jakarta, pada Selasa (18/11/2025).


"Tibalah saatnya kami persetujuan fraksi-fraksi terhadap rancangan UU Kitab Acara Undang-Undang Hukum Pidana apakah dapat disetujui menjadi undang-undang?" tanya Puan kepada seluruh anggota DPR RI. "Setuju," jawab serempak.


Puan menyampaikan bahwa penjelasan dari Ketua Komisi III Habiburokhman, menurutnya cukup dapat dipahami dan sangat jelas. Ia menegaskan bahwa semua hoaks yang beredar memang hoaks dan tidak benar.


"Jadi hoaks-hoaks beredar itu semuanya hoaks, tidak betul dan semoga kesalahpahaman dan ketidakmengertian bisa segera kita sama-sama pahami bahwa itu tidak betul," katanya.