Dukung POP Ma’arif NU, PWNU Sulsel Soroti Kemunafikan Intelektual di Dunia Pendidikan
Selasa, 26 Juli 2022 | 14:00 WIB
Jakarta, NU Online
Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Selawesi Selatan (Sulsel) KH Hamzah Harun mengatakan bahwa saat ini terjadi kemunafikan intelektual di dunia pendidikan.
Hal itu ia sampaikan dalam kegiatan Traning of Trainer (ToT) Literasi Numerasi Fasilitator Daerah (Fasda) Program Organisasi Penggerak (POP) LP Ma’arif PBNU di Hotel Aryaduta Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (26/7/22).
“Saat ini, tugas fasilitator daerah adalah menghilangkan kemunafikan intelektual pada anak-anak didiknya,” ujar Kiai Hamzah.
Pasalnya, ungkap dia, tidak sedikit lembaga pendidikan dengan pendidik yang tampak hebat bak mercusuar namun mengalami defisit akhlak-moral individu dan moral publik.
“Banyak orang bergelar doktor, profesor, dan lainnya yang memiliki jutaan anak didik namun abai dengan etikanya sendiri. Itulah bentuk nyata dari kemunafikan intelektual,” ujar dia.
Kehadiran para intelektual munafik itu, menurut Harun, sejatinya telah tampak di era kepemimpinan Khalifah Umar Bin Khattab. Kemunafikan yang dikhawatirkan sejak lalu ini kian diperparah dengan lahirnya akademisi-akademisi yang rakus jabatan dan materi saja.
“Khalifah Umar mengkhawatirkan lahirnya kemunafikan intelektual, yaitu orang yang cerdas dan pandai berdebat tetapi hatinya bodoh,” ucap dia.
“Pada era sekarang ini banyak orang yang pandai membaca dan memahami apa yang tertulis dalam sebuah teks tetapi mereka tidak paham sesuatu yang tidak tertulis,” sambungnya.
Untuk itu, Kiai Hamzah berpesan kepada seluruh Fasda agar fokus dan serius dalam mengikuti TOT kali ini. “Harus serius agar mereka menjadi fasilitator yang terampil untuk menjadi trainer bagi kepala sekolah dan guru sekolah sasaran POP antara LP Ma’arif NU dan Kemendikbudristek ini,” pintanya.
Kompetensi pendidik LP Ma`arif NU
Untuk menjawab kekhawatiran Ketua PWNU Sulsel itu, Sekretaris LP Ma’arif PBNU H Harianto Oghie menyatakan bahwa program-program peningkatan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan yang dimiliki Ma’arif NU telah terbukti terbukti memiliki dampak positif terhadap peningkatan hasil belajar peserta didik.
“Salah satu model peningkatan kompetensi yang dikembangkan oleh LP Ma’arif adalah pedagogik inovatif yang didasarkan pada nilai-nilai profetik (kenabian),” terang Oghie.
Hal itu, kata dia, diadopsi dari filososfi pendidikan Islam berbasis keteladanan dan bersinambung dengan tradisi para nabi yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
“Pendidikan dalam Islam adalah pendidikan yang melatih kepekaan individu sedemikian rupa sehingga pola pikir, sikap, dan perilaku mereka terhadap kehidupan didasarkan pada nilai-nilai spiritual dan etika Islam yang dihayati secara mendalam,” katanya.
Pendidikan dalam Islam, lajut dia, mencakup upaya membimbing perkembangan individu menuju kedewasaan dan kesempurnaan, mentransmisikan atau mengajarkan pengetahuan baru, dan meningkatkan pemahaman tentang aturan-aturan moral dan sosial.
Karenanya, tambah dia, Fasda diharapkan dapat memanfaatkan momentum kegiatan ini dengan seoptimal mungkin. “Seluruh fasilitator daerah dibawah naungan LP Ma’arif diharapkan dapat menerapkan model pedagogik inovatif yang berbasis nilai-nilai profetik dalam berbagai kesempatan proses pembelajaran,” harap Oghie.
Pewarta: Syifa Arrahmah
Editor: Aiz Luthfi