Jakarta, NU Online
Jenuh dan bosan. Begitulah dua kata yang menggambarkan perasaan para pasien Covid-19 di tempat karantina. Setidaknya, demikianlah yang dirasakan Ahmad Rozali, host galawicara Peci dan Kopi 164 Channel.
Hal tersebut dirasakannya mengingat tidak ada aktivitas yang berarti selama masa karantina karena memang diisi dengan istirahat. Baginya yang gemar bergerak dan banyak aktivitas, mengurung di pembaringan rumah sakit adalah hal yang sangat tidak mengasyikkan, jika pun tidak lebih menyakitkan. Apalagi, ia juga berkumpul dengan orang-orang sakit tanpa boleh dijenguk.
Jangankan dijenguk, dokter pun mengontrolnya dua kali seminggu melalui telepon video. Hanya saja, saban hari perawat menemuinya guna mengecek suhu tubuhnya. Di hari keenam, ia sudah merasa semakin lebih baik.
“Alhamdulillah sejak tiga hari lalu, badanku berangsur makin membaik. Sudah tiga hari pula bisa rutin lari-lari kecil di jalur samping rumah sakit di pagi dan sore hari agar berkeringat,” tulis Rozali di Facebooknya pada Kamis (3/12)
Keluar keringat, menurutnya, tidak hanya petanda sehat, namun membantu kita berbahagia karena meningkatkan level hormon endorfin dalam tubuh. Keringat juga, lanjutnya, membantu menormalisasi ginjal yang bekerja lebih keras karena konsumsi obat yang lumayan banyak dan intens selama beberapa hari.
Satu hal, selain soal penanganannya, yang membuatnya terus membaik adalah perasaan tidak sendiri. Hal ini karena dukungan rekanannya yang tak henti-hentinya mengalir, baik melalui pesan di media sosial atau telepon, panjatan doa, hingga mengirim berbagai hal ke ruang perawatannya, mulai dari minyak kayu putih, kerupuk, kopi, hingga buku Shinchan.
“Support teman-teman sih yang paling mendukung,” ujarnya.
Di Facebooknya, ia mencatat bahwa hal tersebut sangat membantu adalah menjaga mood agar tetap bahagia. “Those things make me feel, I am not alone. Itu menggembirakan! Terima kasihhh,” catatnya dibubuhi emotikon hati.
Selain hal tersebut, ia juga membaca buku atau menonton film melalui gawainya untuk mengurangi rasa suntuknya di kasur. Saban pagi, ia juga melakukan lari-lari kecil dan berjemur di satu bagian rumah sakit. Hal itu dilakukan sebagai bentuk menjaga imunitasnya terus membaik. Apalagi hal tersebut dilakukan sembari melihat pemandangan gunung yang jelas terlihat tanpa kabut polusi kota.
Gejala Awal Covid-19
Rozali mengaku pada awalnya ia merasakan gejala tidak beres di badannya. Mobilitasnya yang tinggi membuatnya berkomitmen jika sudah demikian maka tidak ada kata lain kecuali mencari tahu keberadaan virus Covid-19 di tubuhnya demi menjaga keluarganya.
Betul saja, hasil tes swab PCR menunjukkan ia positif terinfeksi virus tersebut. Ia langsung mengurus berbagai hal untuk isolasi di rumah sakit di Depok, Jawa Barat.
Pasalnya, rumah yang ia tinggali saat ini tidak memungkinkannya melakukan isolasi mandiri. Selain itu, tubuhnya yang memang meriang dengan suhu di kisaran 37 derajat serta lebih mudah lelah juga membuatnya harus melakukan perawatan di rumah sakit, tidak sekadar di tempat isolasi biasa, khusus orang-orang tanpa gejala berarti.
Sebagaimana pada umumnya, Rozali juga mengaku sempat kehilangan indra penciumannya. Ia tak dapat membaui apa-apa setelah beberapa hari diketahui virus tersebut tengah bersarang di tubuhnya. Meskipun ia sudah mengetahui perihal gejala itu, tetapi sempat bingung juga ketika merasakannya. Tentu pikirannya liar ke mana-mana karena khawatir akan ini dan itu.
“Sekarang, aku kehilangan indra penciuman setelah beberapa hari positif Covid. Rasanya itu seperti pilek tapi hidung kita tak buntu. Jadi gak bisa nyium aja. Semacam luka tapi tapi tak berdarah,” tulisnya pada Sabtu (28/11).
Bersyukur, gejala tersebut hanya dua hari dirasakannya. Pada Senin (30/11), indra penciumannya sudah dapat bekerja seperti sedia kala.
“Tapi alhamdulillah setelah dua hari, penciumanku, balik lagi. Barokahe doa sampean kabeh, barokahe ulama-ulama dan poro kiai, Allah akhire ngangkat penyakite (berkahnya doa kalian semua, berkahnya ulama-ulama dan para kiai, Allah akhirnya angkat penyakitnya,” tulisnya.
Tidak Mengeluh
Rozali juga mendapatkan pelajaran penting dalam isolasinya. Menurutnya, penting tidak mengeluh saat merasakan sakit karena tidak mendatangkan apapun kecuali hal negatif yang tentu tidak dibutuhkan. Karenanya, ia menekankan agar ikhlas menerimanya.
Oleh karena itu, ia mengingatkan agar tidak perlu berpikir ke mana-mana, khawatir ini dan itu, tinggal bagaimana menghadapi penyakit yang tengah bersarang. Memang tidak mudah mengingat di hari pertama saja sesuatu terburuk tetiba saja muncul.
“Tapi dengan berani mikir begitu, aku belajar ikhlas atas apapun yang terjadi dan besok bakalan terjadi. Dengan mikir gitu juga, ngadepi sakit jadi enteng dan tidak kebebanan apa-apa,” pungkasnya.
Pewarta: Syakir NF
Editor: Fathoni Ahmad