F-Buminu Sarbumusi Dorong Pembentukan Lembaga Transformasi Keahlian Pekerja Migran
Rabu, 19 November 2025 | 18:00 WIB
Jakarta, NU Online
Ketua Federasi Buruh Migran Nusantara Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (F-Buminu Sarbumusi), Ali Nurdin Abdurrahman, mendorong pemerintah membentuk lembaga khusus yang berfungsi sebagai wadah transfer dan pengembangan pengetahuan para Pekerja Migran Indonesia (PMI) sepulang dari luar negeri.
Menurutnya, keberadaan lembaga ini dapat membantu mengelola keterampilan yang dibawa para pekerja dari luar negeri agar dapat diolah menjadi inovasi, usaha produktif, dan kontribusi nyata bagi pembangunan nasional.
"Kebetulan ada anggota BUMINU yang dia salah satu mempunyai transformasi ilmu spare part, sekarang di Cikarang. Tetapi karena tidak adanya dukungan dari pemerintah sehingga masih belum bisa berkembang," kata Ali Nurdin saat Rapat Panja Pengawasan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia di Gedung Nusantara DPR RI, Jakarta, Senin (17/11/2025).
Sebelumnya, Ali menilai, sejarah perkembangan industri dunia menunjukkan pentingnya transformasi ilmu pengetahuan bagi kemajuan sebuah negara.
Ia menyampaikan, PMI memiliki potensi besar untuk membawa pulang pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman kerja dari luar negeri, sehingga diperlukan lembaga khusus yang dapat mengelola dan memberdayakan kemampuan tersebut.
"Jadi, Korea (itu) kenapa mereka menjadi negara maju adalah dari transformasi ilmu yang didapat oleh para pekerja migran, termasuk Jepang. Jepang itu mereka berawal dari Toyoda yang bekerja di Amerika, Detroit (Detroit Institute of Arts) waktu itu. Sehingga ketika pulang mereka bisa mendirikan Toyota.
Menurutnya, pengalaman semacam ini menunjukkan bahwa jutaan PMI sebenarnya memiliki peluang yang sama untuk mentransformasikan pengetahuan yang mereka peroleh di luar negeri.
Lebih lanjut, ia menilai bahwa pemerintah seharusnya tidak hanya memberikan dukungan dalam bentuk modal berbiaya tinggi.
"Maka saya berharap ke depan ada lembaga khusus yang bisa semacam pemberdayaan," jelasnya.
Meski begitu, Anggota Komisi IX DPR RI, Gamal Albinsaid, menaruh perhatian serius terhadap fenomena degradasi kualitas kerja di Indonesia. Ia menilai angka pengangguran terbuka sebesar 4,85 persen tidak menggambarkan kondisi sesungguhnya di lapangan.
Ia menjelaskan bahwa dari 1,89 juta tenaga kerja baru, sekitar 87 persen merupakan pekerja paruh waktu tanpa jaminan sosial, sehingga menunjukkan bahwa perekonomian Indonesia lebih banyak menciptakan pekerjaan tidak stabil dan tidak sebanding dengan pertumbuhan sektor formal.
“Kita tidak cukup hanya bicara soal serapan tenaga kerja. Persoalan sesungguhnya adalah kualitas pekerjaan. Pekerjaan yang ada sekarang jauh dari kata aman, jauh dari upah layak, dan jauh dari perlindungan jaminan sosial yang memadai,” jelasnya.