Nasional

F-Buminu Sarbumusi Minta DPR Tutup Celah Rekrutmen Bermasalah Pekerja Migran di RUU P2MI

Selasa, 23 September 2025 | 16:00 WIB

F-Buminu Sarbumusi Minta DPR Tutup Celah Rekrutmen Bermasalah Pekerja Migran di RUU P2MI

Suasana rapat F-Buminu Sarbumusi bersama DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta Selasa (23/9/2025). (Foto: NU Online/Fathur)

Jakarta, NU Online

Federasi Buruh Migran Nusantara (F-Buminu) Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi), menyampaikan sejumlah catatan kritis dalam rapat pleno Badan Legislasi (Baleg) DPR RI bersama lembaga dan asosiasi pemerhati pekerja migran terkait pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (RUU P2MI).


Dewan Pakar F-Buminu Yusri Addin Yusuf Albima meminta DPR untuk menutup celah rekrutmen bermasalah pekerja migran yang dituangkan menjadi sebuah aturan di dalam RUU P2MI.


Sebab, Yusri menyoroti penggunaan Surat Izin Perekrutan Pekerja Migran Indonesia (SIP2MI) dalam draf RUU. Ia menilai konsep tersebut rawan disalahgunakan oleh Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI).


"SIP2MI dijadikan dasar untuk merekrut sebanyak-banyaknya, bahkan menahan calon pekerja migran dengan ancaman ganti rugi jika mengundurkan diri," tegasnya, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (23/9/2025).


Ia juga mengusulkan agar istilah tersebut diubah menjadi Surat Izin Pendataan Pekerja Migran Indonesia. Hal itu, kata Yusri, lebih sesuai dengan ketentuan Pasal 52 yang menegaskan peran P3MI hanya sebatas memberi informasi, melakukan pendataan, serta penyeleksian tenaga kerja, bukan perekrutan massal.


“Kalau izin rekrutmen tetap dipertahankan, P3MI bisa mengeruk keuntungan besar. Ada kasus sampai puluhan miliar rupiah dari praktik itu,” ungkapnya.


Selain itu, ia menegaskan pentingnya penguatan klausul perjanjian bilateral antara Indonesia dan negara penempatan.


Ia mendorong agar klausul perjanjian tertulis atau bilateral agreement tetap tercantum jelas dalam Pasal 31.


"Dilarang menempatkan ke negara yang tidak ada perjanjian tertulis. Itu harus tegas," kata Yusri.


Menurutnya, selama ini banyak persoalan timbul akibat ketiadaan perjanjian resmi sejak 2009. Hal itu membuat pekerja migran rentan menghadapi masalah hukum maupun perlindungan sosial di negara penempatan.


"Perjanjian tertulis dibuat oleh Kemlu, sementara nota kesepahaman bisa dibuat oleh KP2MI. Jangan sampai pekerja migran tersandera diplomasi resiprokal," ujarnya.


Yusri menegaskan masukan ini sudah dirangkum dalam dokumen lengkap yang mencakup catatan kritis dari Bab 1 hingga Bab 13 RUU P2MI, khususnya ketentuan umum hingga ketentuan pidana. Dokumen itu diserahkan kepada Baleg DPR untuk menjadi bahan pembahasan lebih lanjut.