Nasional

Fatayat NU Turut Kampanye Cegah Stunting

Kamis, 22 Februari 2018 | 11:30 WIB

Fatayat NU Turut Kampanye Cegah Stunting

Diseminasi Program Kampanye Gizi Nasional Cegah Stunting Fatayat NU (22/2)

Jakarta, NU Online
Pimpinan Pusat Fatayat NU mengapresiasi upaya serius Pemerintah dalam menanggulangi kasus stunting. Fatayat NU sendiri berkomitmen untuk mendukung upaya Pemerintah dalam menanggulangi kasus stunting. 

Demikian salah satu pemaparan pada Diseminasi Program Kampanye Gizi Nasional Cegah Stunting, Kamis (22/2) di Gedung PBNU, Jakarta Pusat.

Koordinator Program Kampanye Gizi Nasional Cegah Stunting PP Fatayat NU Umi Wahyuni, mengatakan banyak upaya yang dilakukan oleh Fatayat NU, di antaranya membentuk Barisan Nasional Fatayat Cegah Stunting di 8 provinsi dan 13 kabupaten/kota.

"Serta terus mengadvokasi para policy makers untuk berpihak kepada masalah kualitas hidup anak Indonesia dengan memasukkan salah satunya isu stunting pada program-program prioritas," papar Umi.

Peran semua pihak dan lintas sektor baik dari pemerintah atau non-pemerintah serta pihak swasta seyogianya mau dan bersedia berperan aktif terhadap isu stunting.
(Baca: Anak Stunting Rentan Kena Penyakit Tidak Menular)
Sebagai organisasi perempuan yang berbasis keagamaan, Fatayat NU menggandeng para tokoh agama dari lintas iman untuk bersama-sama berikhtiar menanggulangi kasus ini sesuai dengan dalil dan ajaran agama masing-masing. 

“Khusus isu stunting ini, pada awal Agustus 2017 lalu, Fatayat NU telah mengundang pimpinan lintas agama untuk berkomitmen dalam aksi mengurangi angka stunting,” tambah Umi.

Selain soal makanan bergizi yang harus dipenuhi pada 1000 hari pertama kehidupan, faktor keluarga, pola asuh dan lingkungan yang sehat turut menyumbang akan berhasilnya capaian pencegahan stunting.

Sanitasi yang higienis, menggunakan jamban sehat, menghindari asap rokok serta perilaku sehat lainnya dapat secara efektif menekan angka stunting. Di lain pihak praktik perkawinan anak yang besar menyumbangkan angka stunting di Indonesia.

"Kita miris juga dengan masih tingginya praktik kawin anak di Indonesia. Ketika anak menikah di usia 10-19 tahun dia berpotensi melahirkan anak stunting, dan di sinilah rantai kemiskinan sulit terputus," ujarnya.

Untuk diketahui data Riskesdas 2013 menunjukkan angka 42,2% anak yang dilahirkan oleh hasil hamil di luar nikah atau perkawinan anak di usia antara 10-19 tahun mengalami stunting. Sedangkan, kasus stunting terjadi pada keluarga miskin sebesar 48,4%; dan pada keluarga kaya sebesar 29,0%.

Pada titik itulah pemerintah harus berupaya melalui jalur apa pun untuk bisa memutus rantai kemiskinan yang berdampak pada tingginya angka stunting. (Kendi Setiawan) 


Terkait