Festival Tradisi Lisan Nusantara Hadirkan Partisipan dari Sejumlah Negara
Sabtu, 10 Juni 2023 | 10:00 WIB
Jakarta, NU Online
Asosiasi Tradisi Lisan (ATL) bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi serta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menggelar Seminar Internasional dan Festival Tradisi Lisan XII pada 12—15 Juni 2023 di Taman Ismail Marzuki Jakarta.
Kegiatan yang menghadirkan ratusan partisipan dari Indonesia, Singapura, Malaysia, India, Australia, dan Italia itu mengangkat tema “Tradisi Lisan Melintasi Pandemi, Konflik, dan Teknologi Terbaru Pasca Pandemi dalam Merawat Alam dan Kehidupan”.
Kegiatan yang juga didukung Lembaga Kebudayaan Italia dan komunitas-komunitas budaya dari beberapa provinsi di Indonesia tersebut diikuti oleh seratusan pemakalah dari berbagai kalangan, yakni akademisi, pegiat budaya, seniman, pengurus lembaga kebudayaan, dan profesional lain.
“Diharapkan pertemuan akademik tersebut akan memperkuat tema dan sosialisasi mengenai peranan kebudayaan sebagai kekuatan kultural dalam pembangunan bangsa. Kekuatan tradisi telah terbukti dalam menjaga keserasian alam, lingkungan, dan harmoni antarmanusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” ujar Ketua Umum ATL, Pudentia MPSS, dalam keterangan tertulisnya kepada NU Online, Sabtu (10/6/2023).
Festival tradisi lisan menjadi semacam pembuktian masih bertahannya tradisi lisan di zaman mutakhir saat ini. Sebagian tradisi yang ditampilkan dalam Lisan XII memang nyaris punah, sebut saja seni pertunjukan sastra lisan Nyanyi Panjang atau Bebalam dari Riau. Kini, tradisi tersebut hanya menyisakan beberapa maestro saja.
Satu kelompok kesenian dari India akan memeriahkan festival. Kelompok Rural Craft and Cultural Hubs dari Bengal Barat akan mempersembahkan tradisi lisan Baul & Patachitra dengan artis Bama Prasad Singha, Atahar Fakir, dan Sayera Chitakar. Tradisi ini berupa cerita yang dilantunkan dengan diiringi musik tradisional.
Seminar dan festival tradisi lisan ini merupakan salah satu kegiatan unggulan sejak digelar pada tahun 1993 di TIM Jakarta dengan tema "Tradisi, Inovasi, dan Tantangan Tradisi Lisan”. Waktu itu, ATL bekerja sama dengan sejumlah mitra, yakni Yayasan Obor Indonesia, Yayasan Lontar, KITLV Universitas Leiden, Ford Foundation, Japan Foundation, Kemdikbudristekdikti.
Kegiatan serupa digelar setiap dua tahun secara meriah di berbagai daerah di Tanah Air. Sejak tahun 2008, ATL bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk penyelenggaraannya. "Lisan XII akhirnya dapat terselenggara, pascapandemi. Sebelumnya, Lisan XI digelar tahun 2019 di Makassar. Semoga terus berlanjut," kata Ketua Panitia Lisan XII, Ariayani Isnamurti.
Merawat dan menguatkan tradisi
Sementara itu, Direktur Jenderal Kebuyaan Kemendikbudristek, Hilmar Farid menyambut baik terselenggaranya kegiatan tersebut. Ia mengatakan, seminar dan festival tradisi lisan menjadi upaya yang sangat berharga dalam merawat dan menguatkan keberlangsungan tradisi lisan serta komunitasnya di tengah tantangan yang dihadapi oleh dunia saat ini.
“Tema yang diangkat sangat relevan dengan situasi hari ini. Pandemi Covid-19 telah memberikan dampak yang signifikan terhadap kehidupan kita, termasuk tradisi lisan yang merupakan bagian tak terpisahkan dari warisan budaya kita. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk menjaring solusi dan program aksi nyata guna memastikan keberlanjutan tradisi lisan dan komunitasnya di era pasca-pandemi,” tutur Hilmar.
Hilmar menekankan, dalam era digital saat ini, teknologi telah memberikan banyak peluang baru dalam mempertahankan dan mengembangkan tradisi lisan. Pihaknya berharap seminar ini dapat menjadi wadah saling berbagi pengalaman dan pengetahuan dalam menghadapi perubahan teknologi yang cepat, serta mengembangkan pendekatan yang bijaksana dan berkelanjutan.
Dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan, saya mengharapkan seminar ini dapat menghasilkan gagasan-gagasan kreatif, solusi praktis, dan program aksi nyata yang akan dilakukan oleh anggota asosiasi dan para pengelola tradisi lisan pasca-pandemi.
“Saya yakin bahwa dengan kolaborasi yang erat dan sinergi antara semua peserta, kita dapat memperkuat keberlangsungan tradisi lisan dan komunitasnya, serta mewujudkan kesejahteraan dan keselarasan lingkungan,” tegas Hilmar.
Konferensi ini diharapkan dapat menjaring solusi dan program aksi nyata yang akan dilakukan ATL se-Indonesia dan para pengelola tradisi lisan pascapandemi untuk menguatkan keberlangsungan tradisi lisan dan komunitasnya. Diperlukan upaya kreatif dalam pengelolaan tradisi untuk dapat dimanfaatkan seluas mungkin dalam berbagai bidang yang pada akhirnya memberikan kesejahteraan dan kebahagiaan untuk semua pihak.
Tema utama akan diuraikan dalam beberapa topik berikut, yaitu:
- Mitigasi Pandemi dan Virtualisasi Tradisi membentuk Pemaknaan Baru Norma Sosial Budaya
- Berbagai Praktik, Metodologi, dan Konsep Aktualisasi Tradisi Lisan
- Penguatan/Pemberdayaan Komunitas untuk Pelestarian Warisan Budaya
- Proses Kreativitas dalam Penemuan dan Pengembangan Tradisi
- Pemanfaatan Tradisi Lisan untuk Peningkatan Kesejahteraan
- Tradisi Lisan sebagai Sumber Kearifan Amdal Budaya dalam Pembangunan
- Pewarisan dan atau Pengelolaan Tradisi Lisan sebagai Warisan Budaya yang Hidup
- Tradisi Lisan Sumber Kearifan Amdal Budaya dalam Pembangunan
Tentang tradisi lisan
Pada pertemuan ilmiah Asosiasi Tradisi Lisan sejak tahun 1993 hingga tahun 2022, permasalahan mendasar yang dihadapi para pengkaji/peneliti dan pengelola tradisi lisan adalah semakin menghilangnya tradisi lisan juga para maestro dan komunitasnya dari waktu ke waktu.
Berbagai program perawatan dan pelindungan dilakukan untuk mendokumentasi, mengkaji, dan merevitalisasi tradisi-tradisi yang masih hidup atau yang masih tertinggal dalam memori para pelaku tradisi dan komunitas pemiliknya.
Berbagai sebab dan kendala pewarisan telah dibicarakan, berbagai solusi dan kebijakan telah disampaikan, dan berbagai masalah pengembangan dan atau penghadiran kembali tradisi di masa kini telah dikemukakan.
Meskipun aktualisasi tradisi lisan sudah banyak dibicarakan, ternyata masih banyak lagi yang perlu dikaji ulang khususnya pada masa pandemi yang baru saja terjadi dan pada situasi berbagai perkembangan teknologi yang menguntungkan sekaligus membahayakan keberadaan tradisi lisan.
Berbagai konflik dimensional, perubahan besar dalam teknologi, dan situasi kritis pasca-pandemi membuat kita semua dapat mempertanyakan keberadaan tradisi dan menambah daftar permasalahan dalam mengelola keberlangsungan tradisi lisan dan aktualisasinya pada abad ini dan pada masa yang akan datang.
Kekuatan tradisi lisan sebagai sumber utama pembentukan karakter bangsa sudah diakui sejak lama. Sebagai bagian dari warisan budaya yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya, tradisi lisan memperlihatkan sebuah proses sosial budaya dari masa ke masa. Secara yuridis formal, tradisi lisan termasuk dalam obyek pemajuan kebudayaan (OPK) yang harus diselamatkan, dilindungi, dikembangkan, dibina, dan dimanfaatkan sebanyak dan seluas mungkin.
Potensi dan peran tradisi lisan dalam pembangunan nasional disebutkan sebagai salah satu unsur budaya yang menjadi sasaran utama pemajuan kebudayaan seperti yang tercantum dalam Pasal 5 UU Pemajuan Kebudayaan Nomor 5 tahun 2017. Kedudukan tradisi lisan sebagai warisan budaya tak benda merupakan domain pertama dari Konvensi UNESCO, Convention for Safeguarding of Intangible Cultural Heritage, 2003 yang diratifikasi dalam PERPRES no 78, 2007.
Kedudukan tradisi lisan yang memiliki kekuatan hukum perlu diimplementasi dengan berbagai program yang memungkinkan tradisi lisan tetap hidup dalam komunitasnya, baik dengan perubahan atau penyesuaian, maupun dalam bentuk yang dihidupi komunitas pemiliknya.
Seminar ini merupakan platform yang tepat bagi para anggota asosiasi dan pengelola tradisi lisan untuk berbagi pengetahuan, pengalaman, dan ide-ide inovatif dalam merawat tradisi lisan.
Editor: Fathoni Ahmad