Filolog: PBNU Bangun Peradaban Baru Berbasis Pemikiran Ulama Nusantara Terdahulu
Senin, 21 November 2022 | 19:30 WIB
Jakarta, NU Online
Filolog Ajengan A Ginanjar Sya’ban menyebut Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) tengah melakukan upaya membangun peradaban baru, melalui fiqih peradaban, tetapi tetap berbasis pada pemikiran para ulama Nusantara terdahulu.
Ginanjar merasa bersyukur karena PBNU pada masa kepengurusan saat ini memiliki satu perhatian yang serius dan besar terhadap karya-karya ulama Nusantara yang ditulis sejak beberapa abad silam.
Hal itu diungkapkan Ginanjar dalam agenda kunjungan komunitas Nahdlatut Turats yang menyerahkan beberapa kitab karya Syaikhana Kholil Bangkalan kepada Lembaga Ta’lif wa Nasyr (LTN) PBNU, di lantai 5 Kantor PBNU, Jl Kramat Raya 164 Jakarta, pada Senin (21/11/2022).
“PBNU membangun peradaban ke depan ini bukan tanpa pijakan dan basis pemikiran sejarah yang kosong, tetapi punya akar dan pijakan yang itu adalah pemikiran ulama Nusantara yang ditulis ratusan tahun lalu, yang kemudian dilanjutkan oleh PBNU pada zaman sekarang,” ungkap Ginanjar.
Ia menjelaskan, saat gelaran Muktamar Internasional Fiqih Peradaban pada Januari 2023 mendatang, PBNU mengundang ulama-ulama dari berbagai penjuru dunia. PBNU menawarkan gagasan tentang fiqih peradaban baru. Gagasan ini, kata Ginanjar, bukan sesuatu yang baru muncul tetapi memiliki basis legalitas pemikiran sejak ratusan tahun lalu.
“Kemudian karya-karya ulama Nusantara unggulan mulai tahun 1600 sampai abad sekarang itu yang melanjutkan tradisi kepengarangan, tradisi ta’lif, tradisi ilmu keislaman itu memang ulama-ulama yang latar belakangnya Ahlussunnah wal Jamaah dan kemudian diteruskan oleh para kiai NU,” jelasnya.
Ginanjar kemudian menyebutkan runtutan sanad keilmuan sejak zaman Syekh Abdurrauf bin Ali Al-Fansuri Singkil, lalu diteruskan oleh Syekh Yusuf Abul Mahasin Tajul Khalwati Al-Makassari, dilanjut oleh Syekh Abdush Shamad Al-Palimbani, Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari.
Lalu keilmuan itu diteruskan oleh Syekh Sultan Idrus Buton, kemudian turun ke zaman Syekh Nawawi Al-Bantani, Syekh Muhammad Mahfudz At-Tarmasi, dilanjut oleh Syekh Kholil Bangkalan, KH Hasyim Asy’ari, KH Kholil Harun Rembang.
Kemudian turun lagi ke zaman KH Muhammad Ahmad Sahal Mahfudh, hingga turun ke Wakil Rais ‘Aam PBNU KH Afifuddin Muhajir yang mengarang kitab tentang kebangsaan, termasuk Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf yang menggagas Fiqih Peradaban dan akan diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.
“Jadi runtutannya jelas dan ini ingin memberikan kepada ulama di seluruh dunia bahwa kita (mengejawantahkan) muhafadzatu alal qadimisshalih wal akhdzu bil jadidil ashlah itu ya seperti ini. Membangun peradaban baru tanpa melupakan basis pemikiran masa silamnya,” tegas Ginanjar.
Pengumpulan karya-karya ulama Nusantara terdahulu itu dilakukan melalui gerakan Nahdlatut Turats, sebuah perkumpulan para ulama muda yang bertujuan merawat dan melestarikan manuskrip-manuskrip para ulama sejak ratusan tahun silam.
Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Muhammad Faizin