Fleksibel dan Adaptif, Gus Yusuf: Pesantren Siap Sambut Era 5.0
Sabtu, 17 Juli 2021 | 10:00 WIB
Pengasuh Pesantren API Tegalrejo, Magelang, KH Yusuf Chudlori (Gus Yusuf) dalam webinar tentang Problem dan Tantangan Transformasi Pendidikan Islam Era 5.0. (Foto: Tangkapan layar Zoom)
Jakarta, NU Online
Era 5.0. yang sedang berkembang sekarang ini harus dilalui bersama. Termasuk pesantren yang menjadi salah satu bagian lembaga pendidikan nasional, bahkan lembaga pendidikan tertua di republik ini. Di beberapa daerah, pesantren yang sudah teruji masih terus bertahan, bahkan diminati masyarakat.
Pengasuh Pesantren API Tegalrejo, Magelang, Jawa Tengah, KH Yusuf Chudlori (Gus Yusuf) mengatakan hal tersebut dalam webinar nasional bertema Problem dan Tantangan Transformasi Pendidikan Islam Era 5.0. Webinar digelar Himpunan Mahasiswa Manajemen Pendidikan Islam (HMMPI) STAI Al-Husain Syubbanul Wathon Magelang secara daring, Sabtu (17/7).
“Karena, pesantren memiliki satu fleksibilitas, adaptif, dan kemampuan untuk beradaptasi terhadap lingkungan dan zaman. Ini kelebihan pesantren. Pesantren dikatakan formal, tidak. Dikatakan tidak formal, juga formal. Jadi, kita yakin pesantren akan tetap mampu bertahan dalam situasi apapun,” kata Gus Yusuf.
Menurut Gus Yusuf, ada satu kaidah yang terkenal, yakni Al-Muhafadzatu alal qadim al-shalih, wal akhdzu bil jadid al-ashlah. “Ini yang menjadi pedoman kita dalam menghadapi berbagai situasi dan kondisi. Kita tetap akan menjaga peninggalan-peninggalan dari para sesepuh kita, yakni khazanah keilmuan pesantren,” tandasnya.
“Nah, tradisi lama yang jelas maslahatnya masih akan tetap kita pertahankan, baik pola, metode, maupun konten dan materi-materi keilmuannya. Tetapi, pesantren juga tidak alergi terhadap perkembangan zaman, karena wal akhdzu bil jadidil ashlah itu tadi,” sambung Gus Yusuf.
Putra KH Chudlori ini meyakini bahwa pesantren akan mampu beradaptasi dan menerima terobosan-terobosan keilmuan teknologi dan lain sebagainya yang akan membawa kemaslahatan. Terutama hari-hari ini di tengah pandemi Covid, percepatan penguasaan teknologi rekan-rekan di lingkungan pesantren sangat luar biasa.
“Itu karena kepepet. Makanya, ada istilah the power of kepepet. Tidak bisa mengaji langsung, ada pengajian secara daring. Sekarang merebak di mana-mana. Kuliah tidak bisa tatap muka, sementara kita harus terus belajar, maka online menjadi salah satu solusinya. Kita dipaksa oleh situasi untuk terus masuk dalam era seperti ini,” terangnya.
Jaga khazanah pesantren
Terpenting, lanjut Gus Yusuf, bahwa khazanah pesantren yang khas tetap terjaga. Yakni, bagaimana pesantren ini tetap mengedepankan keistiqamahan. Pesantren juga tetap memperhatikan akhlak dan etika santri terhadap kiai dan sesama. Pesantren juga memiliki nilai-nilai tawassuthiyah atau moderasi.
Menurut dia, pesantren mempunyai ciri khas moderat untuk dijaga sampai kapan pun. Nilai-nilai ini yang tidak bisa ditinggalkan. Bagaimana riyadhah dan pendekatan-pendekatan spiritual seperti mujahadah juga tetap dijaga dan dirawat.
“Di samping itu, kita juga menjaga khazanah keilmuan yang baru terutama tentang teknologi. Mau tidak mau, karena teknologi menjadi fasilitas kita dalam berdakwah dan beribadah. Sekarang ini, kita harus memanfaatkan teknologi. Oleh karenanya, kita dorong santri-santri untuk melek teknologi,” tandasnya.
Gus Yusuf menambahkan, tentu saja dengan pemanfaatan teknologi yang tepat sasaran. Sebab, kita tahu di pesantren tentu tidak boleh siang-malam memegang gadget dan selalu memegang ponsel.
“Ini tentu tidak mungkin. Namun, pesantren tetap memberi ruang ketika teman-teman santri ketika melaksanakan tugas yang berhubungan dengan internet, meski sekali lagi semua tetep ada batasnya,” tegas Gus Yusuf.
Sebelum masa pandemi, kata dia, kita bisa langsung lewat mimbar tabligh akbar langsung ke jamaah, ke masjid, dan ke mushala tapi hari. Semangat dakwah ini tidak boleh berhenti.
“Kita harus mengisi ruang-ruang dakwah melalui dunia maya. Kita harus bisa berdakwah melalui digital online. Kita harus mengisi di akun-akun medsos karena itu adalah peluang dakwah kita,” pungkasnya.
Pewarta: Musthofa Asrori
Editor: Kendi Setiawan