Gus Yusuf Beberkan Syarat Jadi Pengusaha Sukses bagi Santri
Sabtu, 1 Agustus 2020 | 14:30 WIB
Ahmad Hanan
Kontributor
Jakarta, NU Online
Pengasuh Pesantren Asrama Perguruan Islam (API) Tegalrejo, Magelang, Jawa Tengah, KH M Yusuf Chudlori membeberkan syarat menjadi entrepreneur (pengusaha) sukses bagi santri. Menurut dia, santri telah memiliki semua prasyarat untuk menjadi pengusaha sukses.
Hal tersebut ia sampaikan saat berbicara dalam acara Sinau Online UMKM Gayeng (Sinoman) volume ke-8, Kamis (30/7). Acara yang diselenggarakan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPBI) Provinsi Jawa Tengah ini bertema ‘Santri Berbisnis? Pasti Bisa!’.
“Kalau kita ngomong bisnis dan pengusaha, sebetulnya santri itu punya prasyarat untuk menjadi pengusaha sukses. Ada syarat dan rukun kalau dalam bahasa pesantren,” ujarnya.
“Agar ibadah kita sah, syaratnya seperti ini dan seperti itu. Untuk menjadi pengusaha, syarat-syaratnya sudah ada dalam sosok santri,” imbuh Gus Yusuf, sapaan akrabnya.
Pertama, syarat yang harus dipenuhi oleh orang yang ingin berbisnis itu adalah memiliki motivasi yang kuat. Dalam bahasa pesantren disebut dengan niat. “Innamal a’malu binniyyat. Bahwa seluruh perilaku, amal ibadah ini berangkat dari niat,” jelasnya.
Santri dalam berbisnis itu memiliki niat khusus, tidak hanya sekadar untuk menumpuk pundi-pundi finansial. Tetapi memiliki niat khusus, yakni beribadah.
“Kita punya kaidah fikih ma la yatimmul wajib illa bihi fahuwa wajibun. Bisnis itu tidak wajib, yang wajib itu shalat. Tapi shalat, ibadah ini ada syarat-syaratnya. Orang shalat itu ada syarat harus menutup aurat. Artinya dia harus punya baju, sarung, mukena,” ungkapnya.
“Tanpa itu, shalat tidak sah. Maka wajib bagi kita untuk mengupayakan menutup aurat. Maka harus punya baju. Bagaimana supaya bisa punya baju, kita harus bekerja. Kita harus punya duit untuk membeli baju,” tambahnya.
Atas dasar itu, Gus Yusuf memberikan kesimpulan bahwa membeli baju, bekerja itu hukumya wajib. Karena rukun Islam lima itu semuanya membutuhkan biaya, yang tidak butuh biaya itu cuma syahadat yang hanya membutuhkan hati, niat, dan pengucapan. Selain syahadat, semuanya membutuhkan biaya.
“Shalat butuh biaya untuk menutup aurat. Puasa butuh biaya untuk sahur dan berbuka. Zakat itu harus menjadi orang yang berkecukupan. Kalau tidak mampu, tidak bisa berzakat. Apalagi haji yang hanya diperuntukkan bagi orang yang mampu saja,” tukasnya.
Kedua, lanjut dia, syarat yang harus dipenuhi adalah adanya konsistensi. Dalam bahasa pesantren, konsistensi bisa disebut dengan istiqamah. “Di pesantren santri sudah dididik untuk selalu istiqamah. Bangun tidur diatur, mau tidur diatur. Ritmenya jelas, mau hujan, mau panas, itu jelas. Itu yang dibutuhkan,” katanya.
Dikatakan Gus Yusuf, santri sejak dalam pesantren telah digembleng menjadi sosok yang tidak mudah menyerah melalui berbagai tirakat yang dilakukan selama di pesantren.
“Mental pengusaha itu harus punya kontinuitas. Harus istiqamah, tahan banting. Mental itu ada di pesantren. Santri itu biasa tirakat, maka tidak mudah menyerah,” bebernya.
“Insyaallah kalau mentalitas itu dikembangkan dalam berwirausaha, tidak mudah goyah dan menekuni, apa yang dia yakini itu menjadi passion usahanya. Maka insyaallah akan sukses,” lanjutnya.
Ketiga, sebagai syarat terakhir adalah punya jaringan. Sebab, usaha tidak akan berkembang tanpa adanya jaringan. Dalam budaya pesantren, sebagaimana yang diajarkan Rasulullah SAW, budaya silaturahim yang dilakukan masyarakat pesantren sangatlah kuat. Untuk itu, ia mengajak para peserta agar memperbanyak saudara melalui berbagai kegiatan, forum-forum, dan lain sebagainya.
“Budaya silaturahim, networking ini sudah dimiliki oleh para santri. Jadi tidak ada alasan bagi santri untuk tidak berani berbisnis,” tegas Gus Yusuf.
Faktor kunci
Selain ketiga syarat tersebut, Gus Yusuf juga memaparkan bahwa ada faktor kunci yang hanya dimiliki oleh para santri, yakni kekuatan doa. “Karena apapun yang akan kita rencanakan, lakukan, penentu akhir adalah yang memberi rezeki. Santri itu tahu passwordnya, kunci-kunci pintu rezeki,” paparnya.
“Kalau masyarakat awam, memahami al-Fatihah hanya sebatas dibaca pada saat shalat. Sedangkan santri beda, mereka tahu khasiat dan tata cara pembacaannya,” imbuhnya.
Ia menambahkan, peran dan dukungan pemerintah juga sangat dibutuhkan dan menjadi salah satu faktor pendukung dalam suksesnya berbisnis. “Ditambah lagi adalah support dari BI dan kepedulian dari pemerintah mulai dari pendanaan dan pelatihan,” ujarnya.
Gus Yusuf berharap, agar forum semacam ini bisa berkembang terus dan tidak sebatas forum saja. Namun, juga dalam wujud pengawalan serta pelatihan dari pemerintah sehingga bisa memunculkan para pebisnis dari kalangan santri yang memiliki mentalitas yang kuat.
“Terpenting, bisnis tidak hanya sekadar untuk dirinya sendiri. Akan tetapi, juga untuk kemanfaatan bagi masyarakat dan negara,” tutupnya.
Kontributor: Ahmad Hanan
Editor: Musthofa Asrori
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: 4 Maksiat Hati yang Bisa Hapus Pahala Amal Ibadah
2
Khutbah Jumat: Jangan Golput, Ayo Gunakan Hak Pilih dalam Pilkada!
3
Poligami Nabi Muhammad yang Sering Disalahpahami
4
Peserta Konferensi Internasional Humanitarian Islam Disambut Barongsai di Klenteng Sam Poo Kong Semarang
5
Kunjungi Masjid Menara Kudus, Akademisi Internasional Saksikan Akulturasi Islam dan Budaya Lokal
6
Khutbah Jumat Bahasa Sunda: Bahaya Arak keur Kahirupan Manusa
Terkini
Lihat Semua