Gus Baha Jelaskan Ngaji Tatap Muka Jadi Dasar Belajar Agama di Internet
Selasa, 23 November 2021 | 17:15 WIB
Jakarta, NU Online
Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau yang akrab disapa Gus Baha menjelaskan bahwa mengaji secara tatap muka ke kiai-kiai kampung menjadi dasar untuk belajar agama di internet.
"Saya apresiasi, terima kasih sama kiai-kiai di daerah, di kampung yang menjelaskan mabadi'ul fiqhiyyah, karena ini landasan atau dasar mereka bisa menikmati suplemen yang namanya dakwah atau ngaji lewat virtual ini," ujar Gus Baha dalam acara Annual Meeting of Islamic dakwah (AMID), dilihat NU Online pada Selasa (23/11/2021).
Ia mengatakan bahwa pengajaran ilmu agama secara langsung kepada masyarakat yang dibawakan oleh ulama kampung adalah modal utama untuk kemudian bisa membuat masyarakat melanjutkan akses pembelajaran agama ke metode daring di beragam platform.
“Apresiasi, terima kasih, dan doa saya untuk semuanya yang mengajari umat di kampung, di kota, maupun di daerah-daerah pedalaman,” tambahnya.
Salah satu yang disinggung oleh Gus Baha adalah terkait kajian fiqih. Ia menilai, masyarakat perlu mendapatkan pembelajaran fiqih secara langsung kepada ulama setempat sebelum menghadiri pengajian daring di media sosial. Dengan begitu, masyarakat kelak sudah memiliki pokok-pokok pembelajaran fiqih secara riil.
“Tanpa mereka mengerti shalat atau cara wudhu yang diajarkan oleh kiai kampung, akan juga susah menerangkan keistimewaan shalat. Sementara mereka nggak diajarin shalat di daerah masing-masing,” terang santri almarhum KH Maimoen Zubair ini.
Gus Baha menerangkan landasan keabsahan pengajian virtual ada setelah seseorang memahami dasar-dasar pembelajaran yang didapati melalui metode pengajian tatap muka. Pada kajian fiqih, kitab Mabadi’ul Fiqhiyyah diketahui kerap diandalkan sebagai pedoman berfiqih bagi pemula. Kemudian era digital masuk dan orang-orang terus mengakses pembelajaran agama melalui media sosial, Gus Baha menyebut bahwa pengajian daring tersebut sifatnya hanya tambahan.
“Misalnya, ada gerakan Islam shalat khusyuk, gerakan sunnah Rasul, gerakan sedekah, semuanya itu karena mereka selesai diajarkan di kampung-kampung. Seperti halnya orang itu boleh sedekah ketika urusan primer keluarga selesai. Orang boleh haji kalau kebutuhan pokok selesai. Kemudian kita tinggal nimpalin,” terang Gus Baha.
“Apalah artinya khusyuk ingat Allah, kemudian shalatnya membawa najis, atau syarat dan rukunnya tidak terpenuhi,” sambung kiai asal Kragan, Narukan, Rembang itu.
Meskipun sifatnya sebagai tambahan, Gus Baha mengatakan bahwa mengakses pengajian daring tentu hal yang baik. Kendati demikian, Gus Baha menilai metode pengajian tatap muka langsung dengan kiai kampung perlu dijalankan seseorang sebelum memutuskan untuk belajar dari internet.
“Kalau ingin ibadah secara benar dan baik, maka lihatlah dari mana kamu mengambil ilmu itu. Kalau dengan guru kampung kan dicontohkan seperti ketika sujud harus melibatkan 7 anggota. Sementara terkadang di media itu membahas tentang utamanya shalat. Oke lah itu kebaikan, tapi setelah yang pokok-pokok tadi selesai,” pungkasnya.
Kontributor: Nuriel Shiami Indiraphasa
Editor: Aiz Luthfi