Nasional

Gus Dur Mampu Beri Kesan ke Publik, Santri Bisa Masuki Ruang Strategis

Kamis, 13 Juli 2023 | 11:30 WIB

Gus Dur Mampu Beri Kesan ke Publik, Santri Bisa Masuki Ruang Strategis

Direktur PD Pontren Ditjen Pendis Kemenag, Prof Waryono A Ghafur, saat berbicara di arena MQKN 2023 di Lamongan. (Foto: Dok Humas Pendis)

Lamongan, NU Online
Fenomena Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang merupakan alumni pesantren dan mampu masuk ke ruang strategis publik terutama kepemimpinan negara, memberi kesan mendalam kepada publik.


Hal tersebut dikatakan Direktur PD Pontren Ditjen Pendis Kemenag, Prof Waryono A Ghafur, saat berbicara pada Halaqah Ulama Nasional Rabithah Ma’ahid Islamiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (RMI PBNU) bekerja sama dengan Kemenag di Pesantren Sunan Drajat, Lamongan, Jawa Timur, Rabu (12/7/2023).


“Ternyata ada orang pesantren yang bisa menjadi presiden, meskipun melalui proses politik yang rumit. Ini menurut saya memberikan impact dan kesan kepada publik terutama orang-orang di luar pesantren, bahwa orang pesantren itu bisa masuk ke ruang strategis terutama di ruang kepemimpinan negara,” ujarnya.


Prof Waryono mengungkapkan bahwa semenjak itu geliat orang pesantren yang dulu malu mengaku orang pesantren pelan-pelan mulai muncul mengakui orang pesantren. Mereka dengan bangga mengatakan pernah mondok di sini dan di sana.


“Setelah itu, juga putra-putri kiai semakin banyak kemudian keluar dari pesantren untuk melanjutkan ke jenjang-jenjang pendidikan yang mungkin selama ini sangat sulit dijumpai, misal di UGM. Saya tahu, misalnya, putra-putri kiai banyak yang mengisi di Gajah Mada,” ungkapnya.


Menurut Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini, hal tersebut memberikan arti kepada masyarakat bahwa orang pesantren itu mampu memasuki ruang-ruang yang selama ini tertutup bagi kalangan pesantren.


“Artinya meskipun berasal dari pesantren, ternyata bisa. Dari situ kemudian masyarakat tahu bahwa orang pesantren itu bisa loh masuk ke ruang yang selama ini tertutup bagi orang pesantren. Bahkan, kalau di Yogyakarta ada keluarga pesantren yang menjadi dosen di Universitas Ahmad Dahlan, ini kan menarik,” tuturnya.


Kemudian berdampak pada sekarang ini banyak warga NU yang tidak berhenti belajar, sehingga sudah mulai banyak master dan doktor yang memiliki latar belakang pesantren dan Nahdlatul Ulama.


“Lalu, ketika lahir Undang-Undang Pesantren tahun 2019 menjadi sebuah berkah. Ada peluang orang pesantren mengalami mobilitas vertikal secara terstruktur dari modal keilmuan dan sosial yang selama ini sudah terbangun,” ujar Prof Waryono.


Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa pesantren merupakan lembaga yang adaptif dengan perubahan zaman. Untuk menghadapi tantangan lokal dan global ada 3 hal yang harus dilakukan yaitu, memperkuat diri. Pertama, dari sisi keilmuan. Kedua, dari sisi modal yang tentu pengertiannya pada ekonomi. Ketiga, kekuatan jaringan.


“Kalau 3 kekuatan ini ada di pesantren, maka menurut saya pengalaman panjang pesantren membuktikan bahwa pesantren bisa menghadapi tantangan. Karena pesantren sepanjang pengamatan saya merupakan lembaga yang adaptif dengan perubahan,” pungkasnya.