Nahdlatul Ulama, melalui lembaga pendidikan penyokong utamanya yaitu ribuan pesantren-pesantren yang tersebar di seluruh pelosok nusantara, banyak melahirkan kader ulama. Kiai-kiai dan ulama muda banyak muncul dari kalangan pesantren. Salah satunya adalah kiai muda dari Bumi Mataram: Mlangi, Sleman, Yogyakarta, bernama Irwan Masduqi.
Nama lengkapnya adalah KH Irwan Masduqi, atau yang biasa dipanggil Gus Irwan. Ia lahir pada 18 Maret 1983 di kota pelajar Yogyakarta. Gus Irwan pernah nyantri di Pesantren Tegalrejo, Magelang (1994-1997), Pesantren Lirboyo, Kediri (1998-2004), kemudian melanjutkan studinya di Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir (2005-2009). Program magisternya ditempuh di UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta (2010-2012).
Selain belajar mengkaji ilmu, Gus Irwan juga belajar berorganisasi. Tercatat, ia pernah menjadi ketua Bahtsul Masail Aliyah Lirboyo (2003), koordinator Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) PCINU Mesir (2008-2009), Pemimpin Umum Jurnal Quranic Studies PCINU Mesir (2008), anggota Center for Moderate Moslem (CMM) Kairo (2007-2008), dan anggota badan pembina Pesantren Assalafiyah Mlangi Yogyakarta.
Gus Irwan, yang kini menjadi Pengasuh Pesantren “As-Salafiyyah” ini juga produktif. Dari tangan dinginnya, ia banyak melahirkan karya, antara lain: Berislam Secara Toleran: Teologi Kerukunan Umat Beragama (Mizan, 2011), Suluk Sufi Ulama Karaton Yogyakarta: Ajaran Kyai Nur Iman (Assalafiyyah Press, 2011), Kontekstualisasi Turats (Lazuardi, 2005; co-author), Akidah Kaum Sarungan(Lazuardi, 2005), Maqashid Syariah (KSW, 2006), Liberasi Abad Kegelapan: Potret Ulama Raksasa Skolastik yang Terlupakan (Lakpesdam Mesir, 2009), dan Rekonstruksi Disiplin Keilmuan Islam (Lakpesdam Mesir, 2009).
Kini, di tengah maraknya konten yang provokatif di media sosial, Gus Irwan menuliskan pemikiran-pemikirannya di berbagai media cetak maupun elektronik, termasuk akun facebook pribadinya: Irwan Masduqi. Selain itu, ia juga menyiarkan secara langung via live streaming pengajian di pesantrennya.
Di tengah berbagai problematika yang dialami bangsa Indonesia dewasa ini, Gus Irwan tampil menjadi tokoh muda NU yang perlu digali lebih dalam pemikiran-pemikirannya oleh anak-anak muda NU khususnya, dan masyarakat luas pada umumnya.
Oleh karena, selain mempelajari kitab-kitab kuning ala pesantren, beliau belajar “kitab putih” yang juga banyak memberi kontribusi bagi perkembangan islam dan Indonesia.
Beberapa waktu lalu, ketika tampil menjadi pembicara di acara Halaqah Kiai Muda NU Jawa Barat, Gus Irwan memukau para hadirin dengan pemaparannya yang runtut, cerdas dan kontekstual karena paham metodologi pengambilan hukum Islam: Ushul Fiqh.
Selain itu juga didukung dengan ilmu alat (nahwu-sharaf) yang mumpuni, asbabul wurud dan asbabun nuzul yang melengkapi pengetahuannya.
Kondisi sosial-politik-keagamaan Indonesia dewasa ini, perlu pandangan-pandangan yang segar dari generasi muda NU, yang kontekstual dengan zaman. Dan Gus Irwan, adalah salah satu pilihan itu.
(Ahmad Naufa, dari berbagai sumber)