"Khairul ashabi man yadulluka alal khairi. Sebaik-baiknya sahabat adalah yang menunjukkan pada kebaikan," ungkap Gus Miftah ketika menghadiri konferensi pers di Lantai 8 Gedung Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Jalan Kramat Raya 164 Jakarta Pusat, pada Selasa (2/3) sore. (Foto: NU Online/Suwitno)
Jakarta, NU Online
Pengasuh Pondok Pesantren Ora Aji Yogyakarta KH Miftah Maulana Habiburrahman (Gus Miftah) menyampaikan cara terbaik yang harus dilakukan dalam bersikap kepada pemerintah. Ia kemudian mengutip sebuah kalimat mutiara atau pepatah arab yang sangat masyhur.
"Khairul ashabi man yadulluka alal khairi. Sebaik-baiknya sahabat adalah yang menunjukkan pada kebaikan," ungkap Gus Miftah ketika menghadiri konferensi pers di Lantai 8 Gedung Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Jalan Kramat Raya 164 Jakarta Pusat, pada Selasa (2/3) sore.
Menurut Gus Miftah, jika PBNU selama ini bersahabat dengan pemerintah maka sudah benar ketika memberikan kritik atas terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal, terutama lampiran III nomor 31-33 yang memuat soal pembukaan investasi minuman keras.
"Artinya, selama ini kalau pemerintah baik selalu kita dukung dan kalau pemerintah kurang baik tentunya kita ingatkan," tutur kiai muda yang mendeklarasikan dirinya sebagai Presiden para Pendosa lantaran kerap berdakwah di kelab malam.
Segala hal yang berkaitan dengan minuman keras, ia mengaku sangat mengetahui dampak yang akan ditimbulkan. Terlebih, ia menegaskan bahwa akhlak buruk akan dengan sangat mudah menular. Karena itu, Gus Miftah turut mengapresiasi Presiden Joko Widodo yang mencabut lampiran Perpres tersebut setelah mendengar kritik dari PBNU.
"Saya pikir memang ada ruang yang harus diisi oleh PBNU dengan menampilkan warna hijau yang sebenarnya. Artinya apa? Selama ini barangkali kita toanya kurang kencang. Speaker-nya kurang banter. Inilah kesempatan bagus untuk tawasshaubil haq wa tawasshubul shabr, serta amar makruf nahi mungkar dan tentunya dengan cara-cara Ahlussunnah wal Jamaah," tutur Gus Miftah.
Gus Miftah lalu memaparkan, telah melakukan komunikasi intensif dengan Sekretaris Jenderal PBNU H Ahmad Helmy Faishal Zaini. Komunikasi tersebut dilakukan karena telah timbul kegelisahan mendalam akibat peraturan yang membuat gaduh itu.
Gus Miftah kemudian menyebut Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj sebagai Semar, tokoh pewayangan yang memiliki sikap arif dan bijaksana. Sementara ia sendiri mengaku seperti Petruk dan Ustadz Yusuf Mansur yang hadir dalam pertemuan itu sebagai Bagong.
"Maka selama ini ketika kita memberikan kritikan kepada pemerintah, saya selalu pasti guyon," jelas kiai yang khas dengan rambut gondrong dan blangkon ini.
Sebagai Presiden para Pendosa, ia bercerita bahwa selama ini selalu membersamai para pemabuk di berbagai kelab malam yang ada di Indonesia. Karena itu, ia mengaku sangat tahu betul soal dampak negatif dari miras.
"Belum ada pabriknya saja sudah seperti itu, apalagi kalau ada pabriknya. Maka ketika ada yang bertanya, Gus Miftah adakah miras yang boleh untuk dikonsumsi? Saya jawab dengan guyon, boleh. Ada miras yang boleh dan layak untuk dikonsumsi. Miras yang layak dan halal untuk dikonsumsi itu hanya satu, es batu," katanya disambut tawa gemuruh hadirin.
Sebelumnya, Pendakwah Ustadz Yusuf Mansur (UYM) mengatakan nahi mungkar NU berdasarkan ilmu. UYM juga bersyukur lantaran Presiden Joko Widodo saat mencabut lampiran dalam Perpres itu berasal dari masukan beberapa ulama, termasuk dari kalangan NU.
Ia menegaskan, tidak benar jika saat ini dipandang telah ada kekosongan ruang soal nahi mungkar. Sebab narasi nahi mungkar tidak akan pernah hilang dari Indonesia. Hanya saja, lanjutnya, nahi mungkar yang dilakukan NU dinilai sangat baik.
"Artinya, ada komunikasi yang komunikatif. Kemudian tetap lembut, elegan, berbasis ilmu, dan apresiasi banget buat Teman-teman yang mengambil jalan doa," ujarnya.
Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Kendi Setiawan