Nasional

Gus Mus: Ajaran Rasulullah Itu Sangat Manusiawi

Senin, 23 Desember 2024 | 12:00 WIB

Gus Mus: Ajaran Rasulullah Itu Sangat Manusiawi

Gus Mus saat ceramah dalam peringatan Maulid Nabi Muhammad di Pesantren Yapink 03, Tambun Selatan, Bekasi, Jawa Barat, pada Sabtu (21/12/2024). (Foto: Humas Yapink 03).

Bekasi, NU Online
Pengasuh Pesantren Raudlatut Thalibin, Leteh Rembang, Jawa Tengah, KH Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus) mengatakan bahwa ajaran Rasulullah itu sangat manusiawi. Minimal saat seorang mengaplikasikan sifat kemanusiaannya berarti ia telah mengamalkan ajaran Rasulullah.



Gus Mus menyebutkan sejumlah ajaran Rasulullah antara lain menyembah yang menciptakan, menghormati yang tua, menyayangi yang muda, memuliakan istri, dan berbuat baik kepada tetangga.


“Bahkan saya berani mengatakan, kalau ada ajaran ketika manusia umumnya tidak bisa melakukannya, itu jelas bukan dari Rasulullah,” jelas Gus Mus saat menyampaikan mauidzah hasanah peringatan Maulid Nabi Muhammad di Pesantren El Nur El Kasysyaf (PINK) 03, Tambun Selatan, Bekasi, Jawa Barat, pada Sabtu (21/12/2024), dikutip NU Online dari Kanal Youtube Pesantren Yapink 03, pada Senin (23/12/2024).


Gus Mus mencontohkan, jika ada ajaran dari seseorang yang menyuruh berpuasa dua hari dua malam tanpa sahur dan berbuka agar selamat dunia akhirat, meskipun yang mengajak kiai, ustadz atau gus, maka itu bukanlah ajaran Rasulullah.


“Karena itu tidak wajar,” lanjutnya.


Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu kemudian mengutip sebuah hadits yang berbunyi idza amartukum bi amrin fa'tu minhu mastatha'tum (kalau aku perintahkan kepadamu sesuatu, laksanakan semampumu).


Gus Mus menegaskan bahwa ajaran Rasululah itu mempermudah, bukan mempersulit. Allah pun berfirman, ittaqullaha mastatha'tum (bertakwalah kepada Allah semampumu).


“Allah itu tahu kemampuan kita. Karena itu la yukallifullaha nafsan illa wusaha. Kalau merasa keberatan (dengan ajaran Rasulullah), maka harus meneliti diri sendiri, masih manusia atau bukan,” katanya.


Menurut Gus Mus, manusia mempunyai batas kewajaran yang berbeda dengan hewan. Ia menjelaskan, manusia hanya punya dua tangan sehingga semestinya akan mengambil sekadarnya saat diberi makanan atau sesuatu. Berbeda dengan monyet yang pasti akan berlebihan ketika diberi makanan dan menerima dengan seluruh anggota tubuhnya.


“Saya sering mengatakan dan sekarang sudah viral. Nabi Muhammad itu manusia yang mengerti manusia dan memanusiakan manusia,” ungkapnya.


Gus Mus juga menyindir bahwa saat ini banyak pemimpin yang kelihatannya memahami manusia, tapi sebenarnya tidak mengerti manusia sama sekali.


Ada lagi contoh, seorang kiai yang memberi ijazah ayat kursi dan menyuruh membacanya sebanyak 35 ribu kali kepada seorang mualaf. Menurut Gus Mus, kiai tersebut bukanlah tipe manusia yang memahami manusia.


“Dikiranya manusia seperti dia semua,” tegasnya.


Nabi Muhammad dalam bersikap kepada siapa pun tidak sama alias memperlakukan orang tergantung siapa yang dihadapi. Oleh karenanya, banyak hadits Nabi yang kelihatannya serupa tapi tidak sama.


Gus Mus kembali mencontohkan sikap Nabi Muhammad yang berbeda terhadap setiap orang yang dihadapinya. Nabi memperlakukan orang yang tingkatannya ibtida' (pemula), tsanawiyah (menengah), atau aliyah (tinggi) berbeda-beda, sesuai kapasitasnya. Setiap ucapan dan perilaku Nabi itu ada konteksnya.


“Jadi Nabi Muhammad itu tahu kita, kekuatan kita, dan kelemahan kita, sehingga kita mengikuti Rasulullah tidak berat. Kalau kita merasa berat, kita harus curiga kepada diri kita sendiri. Kita disuruh baik sama suami (atau) sama istri kok itu berat sekali ya. Itu perlu curiga,” jelasnya.


Ia menerangkan bahwa Nabi Muhammad memahami umatnya dengan paripurna, sehingga ajaran yang dibawa sesuai dengan kemanusiaan. Misalnya, ada rukhsah (keringanan) bagi musafir yang telah menempuh jarak tertentu dan diperbolehkan menjamak dan meng-qashar shalat.


Gus Mus mengatakan bahwa pada dasarnya, shalat adalah wajib dan tak bisa ditinggalkan. Namun dalam kondisi-kondisi tertentu ada keringanan atau rukhsah dalam menjalankannya.


“Ada shalat pada kondisi normal, ada shalat pada kondisi bepergian, ada shalat dalam kondisi sakit dan seterusnya. Kita harus bersyukur kepada Allah, karena diberi hidayah untuk ikut Nabi Muhammad,” terangnya.


Ia berharap, kelak umat Islam mendapatkan syafaat. Hal itu bisa diraih dengan upaya dan modal usaha. Bagi yang ingin mendapatkan syafaat Nabi Muhammad, kata Gus Mus, sudah seharusnya meniru dan mengikuti jejak akhlak dan ajarannya semampunya.


“Kalau kita melihat di Al-Qur’an, tidak ada yang memuji (Nabi Muhammad) tentang ilmunya, tentang kedudukannya, apalagi tentang hartanya. Apa yang dipuji atau yang kita tiru yaitu akhlak yang baik. Anda boleh alim setinggi langit, kalau tanpa akhlak berbahaya sekali,” paparnya.