Gus Nadir: NU Perlu Penyesuaian untuk Dakwah di Perkotaan
Sabtu, 18 Desember 2021 | 08:00 WIB
Gus Nadir menilai, saat ini metodologi dakwah para kiai NU belum menyesuaikan secara penuh dengan tipikal masyarakat perkotaan
Jakarta, NU Online
Rais Syuriah PCINU Australia-New Zealand KH Nadirsyah Hosen (Gus Nadir) menganalogikan seorang penceramah dengan Nabi Musa dalam berdakwah. Salah satu media dakwah yang digunakan Nabi Musa adalah tongkat yang bisa berubah menjadi ular karena ia hidup di lingkungan masyarakat yang mempercayai sihir dan hal-hal gaib.
Adapun media dakwah masyarakat perkotaan hari ini yang paling relevan adalah menggunakan media digital seperti smartphone. “Da’i perkotaan tidak bisa berdakwah dengan baik jika tidak menguasai platform dakwah yang sesuai dengan masyarakat perkotaan,” katanya dalam Mutkamar Talk Sesi ke-4 yang disiarkan TV9 News, Jumat (17/12/2021).
Senada, CEO Alvara Research Hasanudin Ali mengungkapkan, jumlah pengguna internet anak-anak muda yang tinggal perkotaan lebih besar dibanding dengan yang tinggal pedesaan. Pasalnya, masyarakat kota yang sudah terkoneksi internet sebanyak 87,5 persen. “Artinya, salah satu dakwah NU yang paling efektif adalah melalui media digital,” kata Hasanudin.
Lebih lanjut, Gus Nadir menilai, saat ini metodologi dakwah para kiai NU belum menyesuaikan secara penuh dengan tipikal masyarakat perkotaan. Seperti masih terlalu fokus pada materi, sementara media dan cara penyampaiannya belum disesuaikan secara matang. “Orang-orang NU tidak cukup hanya menyiapkan materi ceramah, tetapi metode dan tool (alat) nya juga harus diperbarui,” katanya.
Selain itu, masyarakat perkotaan juga lebih tertarik dengan ceramah yang disampaikan secara dialogis dan interaktif. Hal ini, menurut Gus Nadir, belum banyak dilakukan oleh penceramah-penceramah dari kalangan NU.
Senada, KH Agoes Ali Masyhuri juga menyampaikan, materi dakwah untuk masyarakat perkotaan harus dikemas secara praktis, tidak terbelit-belit. Sebab menurutnya, mereka lebih menyukai pembahasan yang simpel-simpel. “Mubaligh NU memang banyak yang pandai, tapi metologinya masih lemah. Maka solusinya, seorang da’i harus paham kondisi sosial masyarakat,” imbuhnya.
NU Perkotaan
Pada kesempatan itu, Hasanudin juga mengungkapkan, saat ini jumlah masyarakat perkotaan yang secara ormas terafiliasi dengan NU belum seimbang dengan praktik ritual yang mereka lakukan. Padahal, secara praktik ritual keagamaan, mereka beramaliah ala NU, seperti melakukan tahlilan dan perayaan maulid, tetapi masih banyak yang belum mengaku sebagai anggota NU.
“Kalau melihat sejarah ritual keagamaan, mayoritas warga kota melakukan ritual keagamaan ala NU. Sebanyak 81,4 persen tahlilan dan 87,9 persen merayakan maulid. Secara modal sosial, ritual masyarakat perkotaan ini adalah ala NU,” paparnya.
Mengutip data survei pada tahun 2019, Hasanudin menjabarkan, secara nasional jumlah warga NU adalah 39,6. Dari jumlah itu, 35,6 persen masyarakat perkotaan mengaku NU dan 55,6 persen mengaku tidak berormas mana pun. Sementara 44,6 persen masyarakat pedesaan mengaku NU dan sebanyak 43,1 persen tidak berormas.
Kontributor: Muhamad Abror
Editor: Alhafiz Kurniawan