Gus Ulil Dorong para Kiai Dukung Hak Perempuan di Ruang Publik
Kamis, 10 November 2022 | 10:30 WIB
Ketua Lakpesdam PBNU KH Ulil Abshar Abdalla (Gus Ulil) saat menghadiri bahtsul masail yang digelar Yayasan Puan Amal Hayati di kediaman Nyai Hj Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, di Ciganjur, Jakarta Selatan, pada Rabu (9/11/2022). (Foto: NU Online/Aru)
Jakarta, NU Online
Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ulil Abshar Abdalla (Gus Ulil) mengatakan bahwa pemenuhan hak perempuan di ruang publik adalah bagian dari ajaran Islam. Ia kemudian mendorong para kiai atau ulama lelaki untuk mendukung hak-hak perempuan di ruang publik.
Hal itu diungkapkan Gus Ulil saat menghadiri bahtsul masail yang digelar Yayasan Puan Amal Hayati di kediaman Nyai Hj Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, di Ciganjur, Jakarta Selatan, pada Rabu (9/11/2022).
Gus Ulil menjelaskan, salah satu hasil diskusi itu adalah soal pentingnya penguatan keterlibatan para kiai atau ulama lelaki dalam mendukung peran dan hak-hak perempuan di ruang publik. Hal ini penting disuarakan karena menjadi bagian dari ajaran Islam.
“Karena kita yakin bahwa pemenuhan hak perempuan di ruang publik itu adalah bagian dari ajaran Islam. Karena Islam tidak menghendaki perempuan tertinggal,” ungkap pengampu Ngaji Online Ihya Ulumiddin ini.
Ia membeberkan, alasan Nyai Sinta mengangkat pembahasan mengenai keterlibatan ulama lelaki dalam mendukung hak perempuan. Salah satu alasannya karena selama ini, produksi pengetahuan di dalam masyarakat Islam lebih didominasi oleh lelaki.
“Jadi yang melakukan tafsir, menulis buku, melakukan ceramah, itu sebagian besar adalah aktornya adalah ulama lelaki atau intelektual lelaki. Karena itu peran ulama lelaki di dalam mempromosikan hak-hak muslimah atau perempuan pada umumnya itu penting sekali,” ungkap pria asal Pati, Jawa Tengah ini.
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa fakta yang terjadi di masyarakat Nahdliyin, peran ulama lelaki sangat besar. Bahkan, hampir sebagian besar pengajaran kitab kuning, misalnya, dipegang oleh para kiai. Meski begitu, Gus Ulil mengakui bahwa saat ini sudah mulai muncul banyak tokoh ulama perempuan di Indonesia, terutama di lingkungan NU.
Perspektif kontekstual
Menurut Gus Ulil, apabila ulama lelaki atau para kiai memiliki perspektif yang lebih kontekstual dalam memahami tradisi intelektual maka akan berpengaruh besar pada penguatan hak-hak perempuan di dalam masyarakat Muslim, utamanya Nahdliyin. Perspektif dalam memahami teks keagamaan secara kontekstual itu, kata Gus Ulil, telah dilakukan dan dicontohkan oleh KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
“Tapi kalau perspektif kiai-kiainya ini tidak Gusdurian atau tidak dalam kerangka Gus Dur, maka agak repot. Itulah saya senang sekali Ibu Sinta Nuriyah menggagas pertemuan ini dan menanyakan sesuatu yang tepat sasaran. Karena pertanyaan yang tepat itu menjadi pangkal dari jawaban yang benar,” ungkapnya.
Kemudian, masalah kedua yang dibahas adalah soal pentingnya menggunakan pendekatan tradisi. Gus Ulil menjelaskan, tradisi yang dimaksud adalah tradisi kitab-kitab yang ditulis para ulama di masa lalu.
“Meskipun kita sadar yang ditulis para ulama itu tidak semuanya masih bisa dipakai sekarang, tetapi ada beberapa elemen di dalam kitab-kitab atau pandangan para ulama di masa lampau yang perlu dibaca kembali, dipahami ulang,” tegas Gus Ulil.
“Tradisi ini merupakan basis yang penting untuk menjadi sandaran kita melakukan penguatan hak-hak perempuan. Karena kita ingin menguatkan hak-hak perempuan dalam kerangka tradisi dengan fondasi tradisi,” pungkas menantu dari Mustasyar PBNU KH Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus) itu.
Diketahui, melalui Puan Amal Hayati, Nyai Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid menggelar bahtsul masail bertema ‘Meningkatkan Keterlibatan Lelaki dalam Upaya Mencapai Kesetaraan dan Keadilan Gender’, di Ciganjur, Jakarta Selatan, pada Rabu (9/11/2022).
Nyai Sinta mengatakan bahwa bahtsul masail itu digelar dengan tujuan untuk mengajak para tokoh agama laki-laki terlibat dalam mengatasi kasus kekerasan berbasis gender terhadap perempuan yang marak terjadi.
Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Musthofa Asrori