Gus Ulil Jelaskan Peran Besar Ulama Nusantara dalam Penyebaran Islam Aswaja
Rabu, 30 Oktober 2024 | 18:00 WIB
Ketua PBNU Gus Ulil Abshar Abdalla saat menghadiri Pameran Akbar Karya Ulama Nusantara yang digelar PCNU Kota Bekasi di Gedung NU Center El-Said, Rawalumbu, Selasa (29/10/2024). (Foto: NU Online/Aru)
Bekasi, NU Online
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ulil Abshar Abdalla (Gus Ulil) menjelaskan peran besar para ulama Nusantara, khususnya dari Aceh, dalam penyebaran dan pengembangan Islam Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) di Indonesia.
Salah satu tokoh yang ia soroti adalah Syekh Abdurrauf As-Singkili, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Syiah Kuala, yang berasal dari Kabupaten Singkil, Aceh. Ulama besar ini dikenal sebagai perintis tafsir Al-Qur’an pertama dalam bahasa Melayu pada abad ke-17, yang kemudian diterbitkan di Istanbul, Turki.
“Syiah Kuala berjasa besar, karena menulis tafsir Al-Qur’an lengkap dalam bahasa Melayu, pertama kali di Indonesia. Ini menunjukkan hubungan erat antara Indonesia dan Turki Utsmani, yang saat itu adalah kerajaan Islam terbesar dan memiliki teknologi cetak untuk menyebarluaskan literatur Islam,” tutur Gus Ulil dalam pameran manuskrip yang diselenggarakan PCNU Kota Bekasi di Gedung NU Centre El-Said, Rawalumbu, pada Selasa (29/10/2024).
Selain Syekh Abdurrauf, Gus Ulil mengulas tentang Syekh Yusuf dari Makassar, yang turut berperan dalam memperluas ajaran Aswaja. Karena kepemimpinannya dalam pemberontakan di Banten, Syekh Yusuf diasingkan oleh Belanda ke Sri Lanka dan Afrika Selatan.
Kini, makamnya tersebar di tiga tempat yaitu Makassar, Sri Lanka, dan Afrika Selatan. Meskipun jauh dari Indonesia, tradisi tahlilan dan praktik Islam khas Nusantara masih tetap lestari di komunitas Muslim Afrika Selatan.
“Saya pernah ke Afrika Selatan dan ziarah ke makam Syekh Yusuf. Di sana, saya bertemu dengan orang-orang setempat yang tahlilnya persis seperti di Indonesia. Masjid di sana bahkan dibangun oleh Pak Harto. Ini menunjukkan pengaruh besar Syekh Yusuf dalam menjaga warisan keislaman Nusantara,” ungkap Gus Ulil.
Gus Ulil menjelaskan proses berkembangnya tradisi ilmu Islam di Nusantara. Ulama seperti Syekh Abdurrauf dan Syekh Yusuf tidak hanya mengajarkan ibadah tetapi juga membangun tradisi ilmu yang kuat dengan menulis kitab dan mengajarkan murid-murid mereka.
“Mereka adalah orang-orang yang berjasa membangun Islam di Indonesia, terutama dalam tradisi ilmu,” tambahnya.
Lebih jauh, Gus Ulil membahas sejarah aksara di Nusantara yang digunakan oleh para ulama untuk menyebarkan ajaran Islam. Mulai dari aksara Pallawa yang berasal dari India, kemudian beralih ke aksara Jawi, yaitu aksara Arab yang digunakan untuk menulis bahasa Melayu. Adapula aksara Pegon, yang merupakan aksara Arab yang digunakan untuk menulis bahasa Sunda atau Jawa.
“Kalau menulis bahasa Melayu, aksara yang digunakan adalah Jawi. Ini aksara yang dipakai oleh orang-orang Melayu dalam bahasa Melayu. Sementara untuk menulis bahasa Sunda atau Jawa, digunakan aksara Pegon,” jelasnya.
Sebelum masa Syekh Abdurrauf dan Syekh Yusuf, terdapat tokoh penting lainnya, yaitu Sunan Bonang, yang hidup pada era Kerajaan Demak di abad ke-15. Sunan Bonang juga meninggalkan warisan ilmu dalam bentuk kitab Serat Bonang, yang turut memperkaya tradisi intelektual Islam di Indonesia.
Tokoh-tokoh besar ini, menurut Gus Ulil, merupakan tokoh Aswaja yang telah mengembangkan dan menyebarkan Islam Aswaja sejak masa awal di Indonesia.
Islam Aswaja, lanjutnya, adalah ajaran Islam yang paling banyak diikuti oleh umat Islam di dunia, dan NU adalah organisasi yang menjadi pewaris ajaran Islam Aswaja di Indonesia.
“NU adalah pewaris Islam yang paling banyak diikuti sejak dulu. Yang masuk ke Indonesia sejak awal adalah Islam Aswaja,” tandasnya.