Gus Yahya Dorong Semua Pihak Tegakkan Prinsip Keagamaan untuk Wujudkan Perdamaian
Sabtu, 23 November 2024 | 08:00 WIB
Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf dalam diskusi panel Humanitarian Islam dan Pendekatan Agama terhadap Perdamaian di Timur Tengah yang digelar di aula kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Jakarta, Jumat (22/11/2024). (Foto: NU Online/Suwitno)
Jakarta, NU Online
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya mendorong semua pihak mencari jalan perdamaian lewat pendekatan keagamaan dan menegakkan prinsip-prinsip keagamaan. Menurutnya, yang perlu dijadikan prinsip untuk disepakati adalah tidak mengingkari sejarah supaya paham dengan yang terjadi saat ini.
Gus Yahya juga menekankan pentingnya kesadaran rasa senasib pada umat manusia, maka sesama manusia harus berusaha mencari jalan keluar untuk mengeliminasi konflik-konflik.
“Nasib masa depan dari satu kelompok, tidak mungkin dipisahkan dari nasib kelompok yang lain. Nasib umat Islam, nasib umat Kristen dan Yahudi di masa depan itu, mau terjadi apapun di dunia ini, nantinya itu adalah nasib yang harus disangga bersama oleh seluruh umat manusia, mari kita berpikir tentang nasib kita di masa depan,” jelas Gus Yahya saat mengisi saat mengisi diskusi panel Humanitarian Islam dan Pendekatan Agama Terhadap Perdamaian di Timur Tengah di Lantai 8 Gedung PBNU, Jumat (22/11/2024).
Gus Yahya mengatakan, faktor agama tidak bisa diabaikan dan faktor agama berkaitan langsung dengan wacana pandangan masyarakat terkait agama.
“Jadi wacana keagamaan misalnya tentang wacana Islam terkait dengan konflik dan budaya itu seperti apa sehingga akan mencapai hasil yang dapat memuaskan bagi pihak-pihak yang terlibat,” ujarnya.
“Jika wacana keagamaannya tidak berubah mindset cara berpikir persepsi keagamaan dari masyarakat juga tidak berubah ancaman konflik tidak akan hilang,” tambahnya.
Gus Yahya menekankan pentingnya menemukan kesamaan semua pihak, supaya bisa sepakat untuk lepas dari segala perbedaan pendapat mengenai isu-isu parsial.
“Pijakan bersama itu bisa dimulai dari dengan kesepakatan, kalau kita bersepakat ya sudah mari bersepakat, karena dengan adanya kesepakatan berbagai macam ungkapan keagamaan yang mengarah kepada konflik itu harus kita tahan karena kita punya kesepakatan untuk tidak bermusuhan,” terangnya.