Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) saat memberikan pidato kunci pada Halaqah Fiqih Peradaban dan Bahtsul Masail di Pondok Pesantren Al-Muhajirin 2, Purwakarta, Jawa Barat, Sabtu (6/5/2023). (Foto: Dokumentasi Pondok Pesantren Al-Muhajirin/Latifah)
Purwakarta, NU Online
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf meminta Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PBNU untuk dapat membuat forum-forum bagi ulama perempuan.
“Kalau order saya kepada Kiai Mahbub, kepada LBM ini, pokoknya, saya minta forum ulama perempuan yang sesungguhnya,” kata kiai yang akrab disapa Gus Yahya itu saat membuka kegiatan kegiatan Halaqah Fiqih Peradaban dan Bahtsul Masail Kiai dan Nyai Se-Indonesia. Kegiatan tersebut berlangsung di Pesantren Al-Muhajirin Purwakarta, Jawa Barat, Sabtu (6/5/2023).
Dalam kesempatan tersebut, Gus Yahya juga menjelaskan Feminisme, sebuah paham yang lahir bukan dari lingkungan Islam. Menurutnya, femenisme adalah sebuah paham yang lahir dari Barat dan telah berkembang menjadi sebuah ideologi yang yang ingin membongkar sebuah wawasan tradisional tentang perempuan.
“Kalau kita ikuti terus mengikuti tanpa ada sebuah tafsir, kita hanya menjadi pengekor dari inisiatif yang entah membawa kepentingan siapa dan untuk apa,” jelasnya.
Ia mencontohkan, saat Piala Dunia 2022 kemarin, ada seorang aktifis Feminisme yang mengecam tindakan Hakimi, pemain timnas Maroko yang melakukan selebrasi bersama ibunya.
“Dia bilang: jangan mengglorifikasi ibu karena perempuan itu tidak boleh dibatasi hanya menjadi ibu saja,” imbuhnya.
Baca Juga
Bahtsul Masail dan Istinbath Hukum NU
Feminisme ini, sambung Gus Yahya, kemudian berkembang menjadi inklusi gender yang menginginkan adanya kesetaraan dan keadilan gender. Selanjutnya, karena konsep ini tidak lahir dari lingkungan Islam, kemudian berkembang pada orientasi seksual, sehingga muncul misalnya LGBT. Untuk itu, ia meminta kepada para aktifis perempuan NU untuk tidak mengikuti Feminisme.
“Karena Feminisme itu wacana, gagasan yang lahir dari luar lingkungan Islam. Mari kita berpikir tentang perempuan dari sudut pandang Islam, nggak usah ikut-ikutan feminisme,” tegasnya.
Ia juga meminta kepada para aktifis NU, untuk tidak melabili diri dengan istilah Feminisme. Menurutnya, ada agenda terselubung internasional yang melakukan agresi dan penetrasi pada lingkungan keagamaan seperti Nahdlatul Ulama.
Ia mencontohkan, di lingkungan gereja Anglikan di Inggris terjadi perpecahan karena otoritas Anglikan pusat di London membuat fatwa membolehkan pernikahan sesama jenis dan fatwa ini ditolak oleh Anglikan di Afrika yang pemeluknya lebih banyak dari Inggris.
“Sekarang Anglikan Afrika sudah melakukan konsolidasi untuk memisahkan diri dari otoritas Anglikan di Inggris,”
Diterangkan Gus Yahya, otoritas Anglikan Inggris bisa sampai membuat fatwa kebolehan pernikahan sesama jenis karena mendapat penetrasi dari gerakan terselubung ini.
Tidak hanya itu, di Finlandia juga ada seorang pendeta yang diadili karena mengeluarkan sebuah brosur berisi fatwa tentang larangan melakukan pernikahan sesama jenis karena tidak sesuai dengan ajaran Kristen.
“Di sana itu, kalau ada ‘kiai’ yang tidak mau menikahkan sesama jenis bisa dipidana,” ujarnya.
Lahirkan mufti perempuan
Sementara itu, Ketua LBM PBNU KH Mahbub Maafi menjelaskan, pihaknya sengaja mengundang para nyai untuk menjadi peserta bahtsul masail ini untuk mencari ulama perempuan yang mampu menjadi seorang mufti dan bisa mengeluarkan fatwa berdasarkan dalil-dalil.
Menurutnya, hal ini sesuai dengan arahan dari Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf yang menginginkan agar LBM PBNU bisa menemukan bibit-bibit unggul yang ahli di bidang agama dan bisa menjadi mufti perempuan.
“Saya berharap nanti para bu nyai setelah pulang bisa menjadi mufti minimal bagi suaminya,” jelasnya.
Pewarta: Aiz Luthfi
Editor: Syakir NF