Gus Yahya: Perikemanusiaan dan Perikeadilan sebagai Visi Peradaban Global
Rabu, 17 Agustus 2022 | 08:25 WIB
Jakarta, NU Online
Kemerdekaan bangsa Indonesia kini telah mencapai usia yang ke-77 tahun. Kemerdekaan yang diperjuangkan para pahlawan untuk seluruh bangsa Indonesia.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf memanfaatkan momentum kemerdekaan ini untuk mengingat kembali soal visi-visi bangsa dalam peradaban global.
“Maka peringatan Hari Kemerdekaan ini oleh NU akan dijadikan kesempatan untuk mengingatkan kembali bangsa dan negara ini tentang visi peradaban global yang dulu dirancang oleh para bapak pendiri bangsa,” kata kiai yang akrab disapa Gus Yahya itu kepada NU Online, Rabu (17/8/2022).
Visi peradaban itu, menurutnya, terefleksikan dalam butir-butir pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 45), yang menyatakan, “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa, oleh sebab itu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan,”.
“Perikemanusiaan dan perikeadilan ini merupakan visi peradaban global. Sementara penghapusan penjajahan itu konsep abstrak yang wujudnya bisa macam-macam,” tutur kiai kelahiran 15 Februari 1966 itu.
Selain UUD 1945, Gus Yahya juga memetik pesan kemerdekaan sebagaimana yang termaktub dalam QS Al-Baqarah ayat 256. “Barang siapa menolak tirani dan beriman kepada Tuhan sejati dia berpegang kepada tali yang tidak bisa putus selama-lamanya,” katanya menerjemahkan ayat tersebut.
“Berpegang kepada Tuhan yang sejati itu menolak tirani, tirani itu ya penjajahan,” sambung Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibien, Rembang itu.
Berpikir soal kemerdekaan, bagi Gus Yahya, adalah melihat semua permasalahan bangsa secara komprehensif. Cara itu ia dapat dari Presiden ke-4 KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.
“Saya memahami dunia ini sebagaimana yang diajarkan Gus Dur kepada saya. Dalam melihat masalah-masalah ini, Gus Dur itu melihat semuanya komprehensif masalah yang terjadi di tingkat lokal ini selalu ada kaitannya dengan konteks yang lebih luas secara global,” ungkapnya.
Tokoh yang pernah menjabat sebagai juru bicara (jubir) Gus Dur itu pun mengaitkan peristiwa Wadas sebagai bukti bahwa sumber masalah lokal sangat berkaitan erat dengan sistem global.
“Wadas itu hanya satu desa kecil di Purworejo, tapi apa yang terjadi di Wadas itu sebetulnya adalah turunan dari masalah besar dalam sistem global,” ujarnya.
Oleh karena itu, lanjut dia, bicara tentang kemerdekaan sejatinya adalah bicara tentang bagaimana membangun peradaban global. Itulah yang diajarkan oleh para pendiri bangsa ini.
“Ketika mendirikan NKRI ini, para bapak pendiri bangsa berpikir tentang peradaban global. Artinya, kita bukan mau bikin negara milik kita sendiri karena kita tidak bisa hidup terasing atau terlepas sama sekali dari peradaban global,” tandas Gus Yahya.
Pewarta: Syifa Arrahmah
Editor: Syakir NF