Nasional

Gus Yahya Sebut Pesantren adalah Khas Peradaban Islam Nusantara

Jumat, 18 Agustus 2023 | 17:00 WIB

Gus Yahya Sebut Pesantren adalah Khas Peradaban Islam Nusantara

Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) saat mengisi acara penutupan program Inkubasi Beasiswa PBNU-Maroko di Pondok Pesantren Ali Maksum Krapyak, Yogyakarta, Selasa (15/8/2023). (Foto: RMI PBNU)

Jakarta, NU Online 
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf mengungkapkan sistem pendidikan pesantren yang berangkat dari tradisi komunal merupakan salah satu khas dari budaya Islam yang berkembang di Nusantara.

 

“Ini adalah sesuatu yang khas di dalam peradaban Islam Nusantara bahwa pendidikan, khususnya pendidikan agama di sini berkembang sebagai tradisi komunal bukan sebagai lembaga formal yang disediakan oleh pemerintah dari dulunya,” ungkap kiai yang akrab disapa Gus Yahya tersebut di Yogyakarta, Selasa (15/8/2023).

 

Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Leteh, Rembang, Jawa Tengah itu mengatakan, tradisi komunal yang kuat dalam pesantren telah melahirkan banyak ulama ternama yang memiliki pengaruh mendalam dalam dunia keilmuan Islam. Intelektualisme di lingkungan pesantren di Indonesia menjadi fenomena komunal tersebut melahirkan ulama yang terbiasa membaur di tengah masyarakat.

 

“Sehingga orang alim itu biasa di tengah masyarakat bahkan mungkin ada yang tidak terlihat. Sangat mungkin sebetulnya di Indonesia ini ada lebih banyak orang alim daripada di belahan dunia Islam yang lain termasuk Timur Tengah, karena di tempat lain tidak ada tradisi pendidikan sebagai tradisi komunal,” ujar Gus Yahya.

 

Negara Mesir, misalnya. Pria yang pernah menjabat Juru Bicara Presiden RI keempat KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur itu membuat perbandingan dengan mengambil contoh sistem pengajaran yang berlaku di Mesir. Menurutnya, penerapan sistem pendidikan agama secara formal di Mesir berbeda dengan di Indonesia yang tumbuh dan berkembang “secara alami” di tengah masyarakat.

 

“Kayak di Mesir itu yang namanya pendidikan, ya pendidikan formal. Mau mendapatkan pendidikan tinggi ya, masuk jamiah. Di luar pendidikan formal tidak ada. Tidak seperti di sini yang orang alim banyak di mana-mana,” tutur Gus Yahya.

 

Fenomena tersebut, lanjut dia, memiliki peranan strategis lantaran dapat berimplikasi pada konsolidasi gerakan para ulama yang terbiasa terjun langsung menghadapi masyarakat.

 

“Ini punya implikasi lebih jauh lagi bahwa di sini para ulamanya ini bisa dikonsolidasikan untuk menjadi gerakan, karena alim-alim semua dan terbiasa bergulat dengan masyarakat semua,” tutup Gus Yahya.