Nasional

Gusdurian: Keberagaman Bukan Hanya soal Kerukunan, tapi Juga Penegakan Hak Konstitusi  

Selasa, 12 November 2024 | 16:00 WIB

Gusdurian: Keberagaman Bukan Hanya soal Kerukunan, tapi Juga Penegakan Hak Konstitusi  

Koordinator Seknas Jaringan Gusdurian Jay Akhmad. (Foto: dok. Gusdurian)

Yogyakarta, NU Online

Koordinator Sekretariat Nasional (Seknas) Jaringan Gusdurian Jay Akhmad menyebut, keberagaman bukan sekadar soal kerukunan, tetapi juga berkaitan erat dengan penegakan hak konstitusi bagi setiap warga negara.


“Keberagaman tidak hanya soal kerukunan, tapi bicara soal keberagaman adalah soal penegakan hak konstitusi warga negara,” ujar Jay, Selasa (12/11/2024).


Merujuk pada pemikiran KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Jay menyampaikan bahwa keberagaman sejatinya adalah bagian dari upaya mewujudkan perdamaian. Namun, perdamaian yang benar hanya dapat dicapai jika disertai keadilan.


“Bicara soal perdamaian, perdamaian tanpa keadilan adalah ilusi dan keadilan kita lakukan dengan penegakan hak konstitusi,” jabarnya.


Jay mencontohkan berbagai insiden terkait penolakan rumah ibadah yang masih terjadi di Indonesia. Menurutnya, persoalan ini menunjukkan tantangan yang belum tuntas dalam penegakan beragama dan berkeyakinan di Indonesia.


“Padahal jelas Undang-Undang Dasar kita menjamin kebebasan beragama bagi para pemeluk-pemeluknya. Ini menjadi tantangan kita ke depan bagaimana situasi ini terus bisa kita sikapi sehingga masyarakat Indonesia bisa menjalankan ibadahnya dengan tenang,” jabarnya.


Sebagai upaya menyuarakan nilai-nilai toleransi, Jaringan Gusdurian menggelar Festival Beda Setara atau Best Fest. Festival ini merupakan rangkaian acara yang diadakan untuk memperingati Hari Toleransi Internasional yang jatuh pada 16 November 2024 sekaligus Haul Ke-15 Gus Dur.


Festival ini, lanjut Jay, akan berlangsung selama satu pekan, pada 10-16 November 2024 di berbagai titik di kampus UIN Sunan Kalijaga untuk merayakan keberagaman dan mempromosikan toleransi di Indonesia.


Selain menjadi peringatan bagi Gus Dur, festival ini juga menjadi ruang untuk belajar dan berdialog tentang keberagaman antarumat beragama.


Salah satu rangkaian dalam festival ini adalah Pasar Bestari, yang tidak hanya berfungsi sebagai ruang transaksi ekonomi, tetapi juga sebagai wadah untuk dialog rasa dan keberagaman antar masyarakat.


“Pasar Bestari tidak hanya sebagai ruang transaksi ekonomi, tapi juga dialog rasa dan dialog keberagaman muncul di pasar,” tambah Jay.


Selama festival, akan ada berbagai kegiatan menarik, antara lain Forum Belajar yang memberikan kesempatan kepada kaum muda dan pelajar untuk mendalami berbagai tradisi dan keyakinan agama dan keyakinan yang ada di Indonesia, termasuk Islam, Kristen, Hindu, Buddha, Katolik, dan Konghucu.


Forum ini berlangsung setiap sore, pada 11-15 November 2024. Para peserta bisa belajar langsung dari para praktisi dan tokoh agama.


Festival Beda Setara menampilkan Panggung Budaya dan Bioskop Rakyat, yang menyajikan film-film bertemakan keberagaman dari berbagai agama. Melalui pemutaran film ini, diharapkan publik dapat memahami lebih dalam tentang agama-agama yang berbeda dan mengembangkan empati terhadap sesama.


“Kita hadirkan agar khalayak publik bisa melihat dan belajar bersama tentang apa itu agama-agama di luar dirinya,” ucap Jay.


Puncak acara festival ini adalah Simposium Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) yang mengundang sivitas akademika dari UIN dan perguruan tinggi lain, serta praktisi keberagaman untuk berdiskusi dan berbagi pemikiran tentang bagaimana menjaga kebebasan beragama di Indonesia.


“Sebagai upaya kita untuk terus memperjuangkan bagaimana hak konstitusi beragama masyarakat Indonesia itu terus terjaga,” terangnya.


Tak kalah menarik, ada juga Pameran Sengketa Rumah Tuhan yang mengangkat isu sengketa tempat ibadah dan permasalahan yang bisa mengganggu keharmonisan antarumat beragama. Pameran ini bertujuan untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga rumah ibadah sebagai simbol keberagaman.