Habib Husein Ja’far Sebut Moderasi Beragama sebagai Pesan Kemanusiaan
Ahad, 7 November 2021 | 13:00 WIB
Jakarta, NU Online
Moderasi Beragama bukanlah tuntunan dan tuntutan agama semata, melainkan juga pesan kemanusiaan. Adapun pesan yang disampaikan pada moderasi beragama, sejatinya berisi pesan yang menjunjung nilai kemanusiaan kendati dengan latar belakang dan keyakinan berbeda.
Demikian disampaikan pendakwah milenial, Habib Husein Ja’far al-Haddar, pada Webinar Nasional Al-Qur’an, Generasi Muda, dan Wawasan Moderasi Agama di TVNU, Ahad (7/11/2021) pagi.
“Pada dasarnya, kita tidak hanya bicara Islam, agama. Kita bicara kemanusiaan. Manusia itu makhluk yang moderat,” kata Habib Husein.
Dalam Al-Qur’an sendiri, kata dia, terdapat beberapa faktor yang melandasi moderasi menjadi sesuatu yang wajib dalam Islam. Dalam QS Al-Baqarah ayat 216, ketika Allah mewajibkan hamba-Nya berperang meski perang adalah sesuatu yang tidak disukai.
“Ketika kita shalat, maka kita diwajibkan untuk shalat sampai pada titik mencintai shalat itu. Ketika kita haji, melakukan haji sampai cinta. Sampai kepada perang, kata Allah swt lakukanlah perang meskipun kamu membencinya,” ungkap Habib berdarah Madura ini.
Pada dasarnya, manusia akan benci segala bentuk peperangan, kekerasan, kebenciaan, sentimen, dan sebagainya. Kendati demikian, terkadang ia lupa. Namun, dengan sedikit kembali terbersit akan nilai kemanusiaan saja, manusia bisa menjadi pribadi yang bertoleransi.
Secara eksplisit, lanjut Habib Husein, dalam QS Yunus ayat 99 Allah swt menyebutkan bahwa perbedaan merupakan sebuah keniscayaan.
“Kalau Allah menghendaki kita ini satu iman, maka Allah akan melakukan itu. Tetapi, Allah membiarkan kita berbeda-beda karena Allah ingin menguji kita dengan perbedaan agama dan keimanan,” tuturnya.
Hal tersebut ditegaskan pula dalam QS Al-Baqarah ayat 256 yang menyebutkan bahwa tak ada paksaan dalam beragama. Maka, kekerasan berpikir dan merasa tidak akan pernah menyelesaikan masalah.
“Walaupun kamu diciptakan dalam satu agama, kalau tidak moderat dalam berpikir, maka akan bertengkar dalam internal agama itu sendiri. Kekerasan akan terus menjebak kita dalam ketidakmoderatan,” ujar penulis buku Tuhan Ada di Hatimu ini.
“Hanya orang yang kerdil imannya, yang tidak percaya diri dengan agamanya, yang akan memaksakan pandangannya kepada orang lain. Karena itu, ditegaskan dalam Al-Qur’an tidak ada paksaan dalam beragama,” pungkasnya.
Kontributor: Nuriel Shiami Indiraphasa
Editor: Musthofa Asrori