Habib Jindan: Dakwah Guru-guru di Jakarta Dahulu Disemangati Rasa Persaudaraan
Kamis, 26 November 2020 | 10:15 WIB
Semangat persaudaraan merupakan pohon yang harus dirawat dalam dakwah di Jakarta. (Foto: Alhafiz K/NUO)
Jakarta, NU Online
Habib Jindan bin Novel bin Salim bin Jindan mengumpamakan persaudaraan bak pohon yang harus disiram. Pohon persaudaraan perlu mendapat siraman dari berbagai aktivitas kebaikan seperti saling berkunjung, ziarah, dan silaturahmi. Jika sudah sering disiram maka akan menghasilkan buah berupa tolong-menolong, saling membantu, dan kerja sama.
Hal tersebut disampaikan Habib Jindan bin Novel bin Salim bin Jindan dalam Multaqo Ulama Jakarta, yang diselenggarakan oleh Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta di Yayasan Arrahman Center, Jakarta Timur, Kamis (26/11) pagi. Acara ini juga dilangsungkan secara virtual melalui aplikasi zoom.
Habib Jindan kemudian mengutip Surat An-Nisa ayat 114 yang berbunyi lā khaira fī katsirin min najwahum illa man amara bi shadaqatin aw ma’rufin aw islahin bainan nas. Artinya, tidak ada kebaikan di dalam sebuah perkumpulan melainkan diisi dengan mengajak untuk bersedekah.
“Atau mengajak orang untuk berbuat kebaikan bukan kepada kemungkaran. Kebaikan itu seperti saling mencintai, saling akur, saling damai, menghargai, menjaga mulut dari mencela, dan menjaga tangan dari sesuatu yang dapat menumpahkan darah atau mengganggu orang lain,” terangnya.
Menurut Habib Jindan, itulah yang merupakan ciri dari muslim sejati. Sebagaimana hadits Nabi ‘al-muslim man salimal-muslimun min lisanih wa yadih’. Artinya, muslim sejati adalah yang mampu membuat muslim lain selamat dari gangguan mulut dan tangannya.
“Kemudian tidak ada kebaikan di dalam perkumpulan melainkan kalau isi dialognya adalah ishlah bainan nas. Memberikan maslahat kepada masyarakat, memberikan manfaat kepada masyarakat, dan mendamaikan antara masyarakat yang saling berseteru,” jelasnya dengan intonasi yang menyejukkan.
Penjelasan yang demikian itu, ditegaskan oleh Habib Jindan, sebagai sebuah jalan atau metode Nabi Muhammad dalam membangun peradaban. Perangai Nabi itu juga diwariskan kepada para ulama NU yang selalu istiqamah di jalan rahmat dan kasih sayang.
“Jalan kasih sayang itu kita temukan dari para pendahulu kita, dari para kiai, ulama, dan habib-habib kita,” tutur Pimpinan Yayasan Al-Fachriyah Tangerang, Banten.
Ia menjelaskan, aktivitas para kiai dan habaib pendahulu itu setiap hari mengakurkan orang-orang yang sedang bermusuhan, mendamaikan suami-istri yang akan bercerai, menjenguk orang sakit, dan membantu orang yang sedang dirundung kesulitan.
“Di antara mereka, para pendahulu kita itu, kalau ada orang minta tolong itu mereka nggak bisa tidur sampai mengabulkan hajatnya orang tersebut,” pungkas Habib Jindan.
Untuk diketahui, Multaqo Ulama Jakarta ini diselenggarakan dengan menerapkan protokol kesehatan sangat ketat. Hadir seluruh pengurus harian PWNU dan PCNU se-DKI Jakarta. Tampak Katib Syuriyah PBNU KH Zulfa Musthofa, Ketua Umum ISNU H Ali Masykur Musa, Kapolda Metro Jaya Fadil Imran, dan utusan Pangdam Jaya.
Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Alhafiz Kurniawan