Hari Antikorupsi Sedunia 2024, Ketua PBNU Harap Pelibatan Masyarakat Awasi Praktik Korupsi
Senin, 9 Desember 2024 | 14:00 WIB
Jakarta, NU Online
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Ahmad Suaedy mengharapkan pelibatan masyarakat secara luas untuk ikut mengawasi adanya indikasi praktik-praktik korupsi yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Hal itu menurutnya menjadi salah satu faktor utama untuk menurunkan angka korupsi yang semakin meninggi.
Diketahui saat ini tengah diperingati Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2024 bertajuk Teguhkan Komitmen Berantas Korupsi untuk Indonesia Maju.
"Pelibatan masyarakat melalui pengawasan kesadaran untuk melaporkan, jadi kalau ada ditemukan indikasi korupsi di masyarakat diminta untuk melaporkan dan pemerintah harus menanggapi dan juga dorong untuk penegakan hukum," kata Suaedy kepada NU Online, Senin (9/12/2024) siang.
Baca Juga
Gus Dur dan Moralitas Bangsa Antikorupsi
Suaedy juga menyebutkan bahwa kesadaran untuk mengawasi itu akan tumbuh jika masyarakat memiliki pengetahuan melalui pendidikan anti korupsi. Pendidikan tersebut, katanya, meliputi gerakan pencegahan korupsi, koordinasi, dan mobilisasi praktik-praktik korupsi.
"Oleh karena itu saya kira ini tidak bisa diserahkan hanya kepada KPK melainkan harus ada gerakan dari masyarakat dan juga para pejabat dan birokrat mencegah terjadinya korupsi dengan cara memperbaiki good goverment tata kelola pemerintahan dan juga dengan cara penegakan hukum dan yang terutama adalah mengikutkan masyarakat," jelasnya.
Lebih lanjut, Suaedy mengatakan bahwa gerakan-gerakan antikorupsi secara organik sebaiknya didorong, sehingga wajah bangsa Indonesia tidak tercemar akibat besarnya kasus korupsi yang telah terjadi.
"Jadi gerakan-gerakan itu sebaiknya di dorong, inikan pemerintah perlu mencegah korupsi dan perlu wajah yang bersih baik di nasional maupun internasional jadi sebaiknya pemerintah berinisiatif untuk menggerakkan masyarakat dan pejabat," katanya.
PBNU, kata Suaedy, sudah sejak lama fokus terhadap isu-isu pemberantasan korupsi, Ia juga menyayangkan naiknya data tingkat korupsi di Indonesia yang terjadi diberbagai kalangan.
"Jadi PBNU concern dengan pemberantasan korupsi yang sekarang situasinya naik menurut data KPK itu kita semakin merosot dalam angka pemberantasan korupsi," jelasnya.
Sikap Antikorupsi
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa tingkat pendidikan seseorang berpengaruh terhadap sikap mereka terhadap korupsi.
Semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin besar kecenderungannya untuk memiliki sikap antikorupsi. Berdasarkan data 2024, Indeks Perilaku Anti-Korupsi (IPAK) menunjukkan angka yang berbeda untuk berbagai tingkat pendidikan.
Masyarakat yang berpendidikan di bawah Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) memiliki IPAK sebesar 3,81, sementara mereka yang berpendidikan SLTA tercatat pada angka 3,87, dan masyarakat dengan pendidikan di atas SLTA mencapai 3,97.
Sementara itu, pada tahun 2023, Indeks Persepsi masyarakat terhadap korupsi tercatat sebesar 3,82. Namun, Indeks Pengalaman di tahun 2024 menunjukkan penurunan sebesar 0,07 poin, yaitu dari 3,96 pada tahun 2023 menjadi 3,89.
Hal itu mencerminkan adanya penurunan dalam pengalaman masyarakat terhadap tindakan korupsi. Dari segi wilayah, IPAK masyarakat perkotaan pada tahun 2024 tercatat lebih tinggi (3,86) dibandingkan dengan masyarakat perdesaan yang berada pada angka 3,83.
Secara keseluruhan, IPAK Indonesia pada 2024 berada pada angka 3,85 (pada skala 0 hingga 5), yang sedikit lebih rendah dibandingkan dengan capaian tahun 2023 yang mencapai 3,92.
Angka ini menunjukkan bahwa, meskipun ada penurunan, secara umum masyarakat Indonesia masih cenderung berperilaku antikorupsi. Skor yang mendekati 5 menandakan sikap yang semakin tegas terhadap korupsi, sementara skor yang mendekati 0 mencerminkan sikap yang lebih permisif.
IPAK ini disusun berdasarkan dua dimensi, yaitu Dimensi Persepsi dan Dimensi Pengalaman. Indeks Persepsi tahun 2024 tercatat sebesar 3,76, mengalami penurunan sebesar 0,06 poin dibandingkan dengan tahun sebelumnya.