Jakarta, NU Online
Hari Santri bisa dikatakan milik seluruh komponen bangsa karena pembahasan mengenai penentuan tanggal 22 Oktober sebagai hari santri ini melibatkan sedikitnya 13 ormas Islam dalam Forum Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan oleh Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kementerian Agama RI di Bogor, Sabtu (15/8/2015) silam.
Dalam forum tersebut para peserta yang hadir meneguhkan kembali usulan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri. Muhammad Lili Nahriri, utusan dari Mathla’ul Anwar mengatakan bahwa Hari Santri ini penting dan harus diakui pemerintah sebagai bentuk penghargaan atas jasa-jasa kaum santri dalam membela tanah air.
Baca Juga
Bulan Oktober, Bulan Santri
Hari Santri juga diharapkan menjadi momentum kebangkitan kaum santri serta bentuk apresiasi yang kongkret atas peran santri terhadap perjuangan merebut kemerdekaan dan mempertahankan keutuhan NKRI.
Dalam forum yang sama, Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kemenag RI saat itu, Kamarudin Amin menegaskan ulang di hadapan peserta dari berbagai Ormas bahwa pada pembahasan dalam forum-forum sebelumnya yang dihadiri dari Ormas seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah juga sepakat tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri. “Mereka semua setuju,” kata Kamarudin dilansir kemenag.go.id.
Hari santri milik bersama
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) menegaskan bahwa hari santri adalah milik seluruh bangsa Indonesia. Karena para pendahulu berjuang untuk bangsa Indonesia.
Lebih dari itu, santri tidak boleh menjadi identitas kesuku-sukuan yang statis, jadi kelompok eksklusif yang hanya berpikir untuk diri sendiri saja. Penekanan ini disampaikan Gus Yahya saat memimpin upacara hari santri nasional 2022 di lapangan kampus Universitas Hasyim Asy'ari Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, Sabtu (22/10/2022) tahun lalu.
"Hari santri bukan hanya milik satu kelompok tertentu saja; hari santri harus benar-benar dipahami, dihayati, dan ditegakkan sebagai harinya seluruh bangsa Indonesia," katanya.
Menurut Gus Yahya, pesan tersebut terinspirasi dari para pejuang dari kalangan kiai yang berjuang untuk bangsa Indonesia bukan hanya kelompok tertentu. Baginya, pendahulu tersebut mempersembahkan segalanya yang dimiliki termasuk nyawa. Bukan untuk kepentingan mereka sendiri, bukan juga untuk kelompoknya sendiri, apalagi sekedar menanam saham jasa agar bisa dipetik anak cucu mereka sendiri.
Penegasan yang sama disampaikan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas bahwa hari santri bukan untuk kalangan pesantren saja. Sejak terbit Keppres Nomor 22 Tahun 2015, Hari Santri diperingati secara rutin. Peringatan Hari Santri tidak hanya diperingati kalangan pesantren, tetapi semua elemen masyarakat.
"Hari Santri tidak hanya milik orang-orang pesantren, melainkan juga milik segenap bangsa Indonesia. Jadi, siapa pun boleh merayakan Hari Santri," katanya.
Setiap 22 Oktober, masyarakat Indonesia turut memperingati Hari Santri. Istilah Hari Santri mulai dikenal pasca dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015 tentang hari santri. Keputusan presiden tersebut didasari tiga pertimbangan.
Pertama, ulama dan santri pondok pesantren memiliki peran besar dalam perjuangan merebut kemerdekaan Republik Indonesia dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia serta mengisi kemerdekaan.
Kedua, keputusan tersebut diambil untuk mengenang, meneladani, dan melanjutkan peran ulama dan santri dalam membela dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia serta berkontribusi dalam pembangunan bangsa maka perlu ditetapkan Hari Santri pada tanggal 22 Oktober.
Ketiga, tanggal 22 Oktober tersebut diperingati merujuk pada ditetapkannya seruan resolusi jihad pada tanggal 22 Oktober 1945 oleh para santri dan ulama pondok pesantren dari berbagai penjuru Indonesia yang mewajibkan setiap muslim untuk membela tanah air dan mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia dari serangan penjajah.
Pemilihan tanggal 22 Oktober sendiri dikaitkan dengan resolusi jihad yang dikobarkan oleh Hadratussyekh KH. Hasyim Asy'ari di Jawa Timur pada 22 Oktober 1945. “Resolusi Jihad” berisi fatwa kewajiban berjihad demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Resolusi Jihad ini kemudian melahirkan peristiwa heroik tanggal 10 November 1945 yang diperingati sebagai Hari Pahlawan. Sejak ditetapkan pada tahun 2015, setiap tahunnya masyarakat selalu rutin menyelenggarakan peringatan Hari Santri dengan tema yang berbeda.