Ketua PCINU Amerika Serikat Kanada M Izzul Haq di Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (21/10/2023). (Foto: NU Online/Indi)
Surabaya, NU Online
Hari Santri 2023 mengangkat tema “Jihad Santri, Jayakan Negeri”. Tema ini memiliki makna yang mendalam, terutama dalam era digital.
Ketua Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Amerika Serikat (AS) dan Kanada Muhammad Izzul Haq menyampaikan bahwa pemaknaan jihad santri saat ini telah mengalami pergeseran. Jihad tidak hanya diartikan sebagai perlawanan fisik. Lebih dari itu, jihad santri pada jaman sekarang adalah perang melawan disinformasi, kebodohan, dan kurangnya literasi.
"Yang kita lawan adalah kebodohan, kemalasan, dan kemelaratan, terutama dalam konteks dunia digital yang penuh dengan informasi,” ujarnya kepada NU Online, Sabtu (21/10/2023) malam.
Baginya, Hari Santri merupakan momen refleksi untuk terus memperkuat literasi, edukasi, dan perlawanan terhadap disinformasi. Dengan semangat santri yang tangguh, mereka akan menjadi garda terdepan dalam membangun masyarakat yang lebih cerdas dan berpengetahuan di era digital ini.
“Jangan sampai kita malas menambah literasi dan edukasi. Misalnya hoaks, itu sudah tidak karuan sekarang. Apalagi menjelang pemilu seperti sekarang, banyak sekali disinformasi yang berkeliaran. Maka, santri harus memiliki literasi yang kuat," imbuh pria yang kerap disapa Gus Izzul itu.
Gus Izzul juga menekankan pentingnya peningkatan ilmu dan penguasaan dalam bidang masing-masing. Ia mengajak santri untuk aktif dalam menyaring informasi yang diterima, terutama dalam menyongsong revolusi industri 5.0 yang di dalamnya informasi bergerak dengan sangat cepat. Jika tidak hati-hati dalam menyaring, santri dapat tenggelam dalam arus informasi yang salah.
Upaya tersebut, lanjut dia, perlu didorong dengan penyediaan fasilitas yang memadai bagi santri untuk mengakses teknologi.
Karenanya, Gus Izzul mengajak para pengasuh pondok pesantren untuk lebih memperhatikan sarana pembelajaran yang relevan dengan tuntutan jaman. Ini tidak hanya tentang penguasaan kitab kuning, tetapi juga tentang memahami dan menghadapi tantangan informasi yang kompleks di dunia modern.
Para pengasuh pesantren harus mampu memfasilitasi santri dengan baik dengan tetap mendorong para santri untuk terus mengaji dan mendalami tafaqquh fiddin (pemahaman agama). Hal tersebut juga dilakukan dengan memastikan bahwa mereka memiliki hak dan akses untuk mendapatkan informasi yang benar.
“Ini tantangan bagi kiai, para pengasuh. Mari kita memfasilitasi santri kita dengan tetap melihat, oh ini ada kebutuhan yang harus kita respons yaitu kita melek dengan informasi dengan wawasan. Ngaji tetap, mendalami tafaqquh fiddin tetap, cuma jangan lupakan ada hak-hak untuk mendapatkan informasi,” papar kandidat doktor Universitas McGill, Montreal, Quebec, Kanada itu.
“Nah, ini tinggal bagaimana kreatifitas para pengasuh untuk menyiapkan itu. Saya pikir, ini juga menjadi ladang dakwah untuk membekali santri ketika nanti keluar dari pesantren, tidak hanya menguasai kitab kuning, tapi juga tidak kaget,” tutup akademisi asal Pondok Pesantren Peterongan, Jombang, Jawa Timur itu.