Jakarta, NU Online
Istilah gender non-biner atau gender netral sedang hangat diperbincangkan di media sosial. Kata gender non-biner itu bermula saat seorang mahasiswa baru di Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar secara terang-terangan mengidentifikasi dirinya sebagai non-biner.
“Tidak keduanya, di tengah-tengah. Makanya gender netral, Pak,” terang mahasiswa berinisial NAA itu dalam video yang beredar di media sosial, dikutip NU Online, Senin (22/8/2022).
Baca Juga
Gus Dur dan Keseteraan Gender
Lantas apa itu gender non-biner?
Istilah gender non-biner merupakan seseorang yang tidak mengidentifikasi diri secara eksklusif, apakah dirinya itu seorang laki-laki atau seorang perempuan.
Dilansir dari National Center for Transgender Equality, sebagian orang tidak cocok dengan kategori pria atau wanita. Beberapa orang memiliki jenis kelamin yang memadukan unsur-unsur menjadi laki-laki atau perempuan, atau jenis kelamin yang berbeda dari laki-laki atau perempuan.
Non-biner berarti mereka tidak mengidentifikasi identitas gender apa pun. Orang yang identitas gendernya bukan laki-laki atau perempuan menggunakan banyak istilah berbeda untuk menggambarkan diri mereka sendiri. Non-biner menjadi salah satu yang paling umum.
Ciawita Lautama, dalam artikel berjudul “Gaya Fashion Androgini dan Kemunculan Sosok Non-Binary” (Jurnal Penelitian MODA Volume 3 Nomor 1 Januari 2021, menjelaskan, istilah gender non-biner juga dikenal dengan istilah genderqueer. Definisi genderqueer adalah identitas trans yang tidak selalu berupa pria atau wanita, bisa juga merupakan perpaduan karakter dari pria dan wanita.
“Inisial singkatan yang digunakan untuk golongan ini adalah NBGQ (non-binary and genderqueer). Kaum non-binary lebih banyak ditemukan pada orang-orang yang berusia muda,” demikian tertulis dalam jurnal itu.
Sementara, definisi gender menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah sifat pria dan wanita, seperti norma, peran, dan hubungan antara kelompok pria dan wanita, yang dikonstruksi secara sosial.
Gender adalah sesuatu yang terbentuk secara sosial dan bukan dari bentuk tubuh laki-laki maupun perempuan. Gender cenderung merujuk pada peran sosial dan budaya dari pria dan wanita dalam masyarakat tertentu.
Pada umumnya, gender dideskripsikan dengan sifat feminin dan maskulin. Gender berbeda dengan jenis kelamin. Sebab, jenis kelamin merupakan pemberian dari Sang Pencipta, sedangkan gender adalah tuntutan peran sosial yang sudah terpatri di benak masyarakat.
Menurut pandangan masyarakat, wanita identik dengan karakter feminin, sedangkan pria identik dengan karakter maskulin. Jika seseorang memiliki kecenderungan karakter yang melenceng dari tuntutan peran sosial tersebut, akan timbul stigma negatif dan masyarakat akan cenderung menjauhi orang tersebut.
Ragam gender yang ada saat ini tidak hanya terbatas pada kecenderungan menjadi pria atau menjadi wanita, karena seorang individu bisa saja merasa bahwa mereka bukan bagian dari kedua gender tersebut.
Orang-orang seperti ini masuk ke dalam kategori di luar gender pria ataupun wanita, yang disebut dengan gender non-biner. Gender non-biner merupakan payung bagi orang-orang yang merasa identitas gendernya tidak cocok dikategorikan sebagai pria atau wanita. Identitas non-biner ini cukup bervariasi.
Seseorang dengan gender non-biner dapat mengidentifikasikan dirinya sebagai pria dan wanita sekaligus (bigender), bisa menjadi pria ataupun wanita (genderfluid), atau tidak bergender (agender) .
Meski gender non-biner ini bisa merasa identitas gendernya tidak sesuai dengan anatomi seksualnya, bukan berarti seseorang dengan gender ini adalah transgender.
Transgender mengidentifikasikan dirinya sebagai pria atau wanita, tetapi gender non-biner ini tidak terbatas pada kedua gender tersebut. Maka dari itu, orang dengan gender non-biner ini lebih nyaman dipanggil “they/them”, daripada “she/ her” atau “he/him”.
Pewarta: Syifa Arrahmah
Editor: Syakir NF