Jakarta, NU Online
Saat mengendari kendaraan baik motor maupun mobil, terkadang tidak semulus apa yang diinginkan. Di tengah perjalanan, pengendara bisa saja mengalami hal yang tak diduga seperti menabrak hewan yang secara tiba-tiba melintas di jalan raya. Jika yang tertabrak ayam, biasanya pengendara dan masyarakat tidak begitu mencemaskan Namun, jika yang tertabrak adalah kucing, banyak orang yang menafsirkannya sebagai sebuah kesialan atau hal yang memiliki tanda di baliknya.
Terkait menabrak kucing tidak sengaja di jalan raya sampai mati, Wakil Sekretaris Lembaga Bahtsul Masa’il (LBM) NU PBNU Ustadz Alhafiz Kurniawan mengungkapkan dua hal yang perlu diperhatikan. Pertama adalah hukum menabrak kucing itu sendiri dan kedua adalah konsekuensi dari tindakan tersebut.
Menurutnya, kebanyakan pengendara menabrak dan melindas kucing dengan tidak sengaja yang menyebabkan luka atau sampai mati. Terkait unsur tanpa kesengajaan ini, ia menyebut bahwa pengendara tidak terkena dosa.
Baca Juga
Hukum Membuang dan Membunuh Kucing
Hal ini didasarkan pada Al-Qur’an Surat Al-Ahdzab ayat 5 yang artinya: "Dan tidak ada dosa atasmu jika kamu khilaf tentang itu, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang."
"Kami anjurkan pengendara yang tidak sengaja menabrak kucing, sampai luka, cacat ataupun cacat permanen atau bahkan menyebabkan kematian pada kucing, kami menganjurkan untuk bertobat,” ungkapnya dalam tayangan video NU Online: Hukum Menabrak Kucing Tidak Sengaja Sampai Mati Menurut Islam yang diunggah Sabtu (12/8/2023).
Selanjutnya, konsekuensi tidak sengaja menabrak kucing tersebut, pengendara dianjurkan untuk mengubur korban kucing yang meninggal untuk menghindari bangkai kucing di tengah. Hal ini penting karena bakteri dan bangkai kucing bisa mengganggu kesehatan.
Kemudian apakah benar mitos yang menyebutkan jika menabrak kucing menyebabkan kesialan? Ia menjelaskan bahwa Islam menolak suatu kejadian yang dikaitkan dengan kesialan. Menabrak kucing tegasnya, bukan bagian dari sesuatu yang menyebabkan kesialan sehingga setelah terjadi kejadian tersebut, pengendara bisa langsung melanjutkan kegiatan sebagaimana niatan awal.
Sementara dalam Ustadz Abdul Wahab Ahmad, Wakil Katib PCNU Jember dan Peneliti di Aswaja NU Center Jember dalam artikel NU Online: Mempercayai Hari Sial Justru Bisa Bikin Sial menjelaskan bahwa ketentuan beruntung atau sialnya seseorang sudah ditulis di Lauh Mahfudz sejak alam belum tercipta. Kesiaan sama sekali tak ada hubungannya dengan hari atau momen tertentu.
Syekh as-Suhaili, sebagaimana dinukil dalam Kasyf al-Khafâ’, tulis Ustadz Abdul Wahab, menjelaskan bahwa kesialan hanya bagi orang yang meyakini bahwa hal itu membawa sial (tasya’um) dan bagi orang yang meyakini tanda-tanda kesialan (tathayyur).