Inaya Wahid Sebut Bicarakan Isu Toleransi Tidak Ada Gunanya Jika Tak Diterapkan di Kehidupan
Senin, 11 November 2024 | 13:30 WIB
Dewan Penasihat Jaringan Gusdurian Inaya Wahid saat menyampaikan orasi budaya dalam pembukaan Festival Beda Setara atau Best Fest di Kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, pada Ahad (10/11/2024) malam.
Yogyakarta, NU Online
Dewan Penasihat Jaringan Gusdurian Inaya Wahid menekankan pentingnya memanifestasikan ketuhanan melalui tindakan kemanusiaan sehari-hari.
Hal ini ia sampaikan saat orasi budaya dalam pembukaan Festival Beda Setara atau Best Fest di Kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, pada Ahad (10/11/2024) malam.
“Ketika kita bicara agama, kita selalu bicara soal bagaimana kita ingin membuat hubungan yang baik dengan Tuhan. Tapi cara tercepat dan terbaik untuk mencapai ketuhanan adalah lewat kemanusiaan,” ujar Inaya.
Ia menyoroti realitas agama saat ini yang kerap digunakan untuk kepentingan pribadi, yakni dengan mencari pengakuan atau mengukuhkan diri sebagai pihak yang paling benar, alih-alih menjadi sarana mempererat hubungan manusia dengan Tuhan.
Inaya juga menyebut bahwa membicarakan isu Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB), toleransi, atau ketuhanan tidak ada gunanya jika tidak diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Ia menekankan, toleransi dan solidaritas dapat dinilai dari cara seseorang berinteraksi dengan orang-orang di sekitar.
“Solidaritas kita, toleransi kita diukur pada apa yang kita lakukan kepada orang di sekitar kita – yang duduk di depan kita, di belakang kita, di samping kita, yang ada di rumah di samping kita, yang kita temui di pasar, di jalan, dalam kehidupan kita sehari-hari,” ujar putri bungsu KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu.
Ia mengambil contoh dari teladan Gus Dur yang telah membuktikan berkali-kali pentingnya berdiri untuk kepentingan masyarakat dan menciptakan keadilan sosial.
Inaya lantas mengajak publik untuk tidak hanya berbicara, tetapi berbuat nyata bagi masyarakat, sebagaimana yang ditunjukkan oleh Gus Dur.
Krisis iklim
Dalam orasi itu, Inayah juga menyinggung tantangan besar yang sedang dihadapi dunia saat ini, yaitu krisis iklim yang kian memburuk.
Menurutnya, krisis ini sudah melampaui tahap pemanasan global atau global warming dan telah masuk ke fase global boiling yang berarti ancaman nyata bagi kelangsungan hidup manusia.
Inaya mengingatkan bahwa perubahan iklim adalah krisis yang tidak memilih-milih korban, dan oleh karena itu, sudah waktunya untuk bersama-sama mengambil tindakan nyata.
“Kita semua tahu kita sedang dalam krisis. krisis iklim. kita bahkan banyak para ahli yang sudah mengatakan kita sudah tidak lagi dalam global warming. Kita ini dalam global boiling. Kita ini sudah setengah matang dan bukan dalam arti secara mental tapi secara fisik hampir matang. Krisis itu ndak milih-milih,” papar Tim Pokja Keadilan Ekologi Jaringan Gusdurian itu.
Inaya juga mendorong semua pihak untuk saling bekerja sama menciptakan keadilan sosial bagi masyarakat.
“Sudah saatnya kita meneruskan teladan Gus Dur. Sudah waktunya kita bekerja untuk masyarakat dan berdiri demi kepentingan mereka. Itu yang paling penting,” pungkasnya.
Sebagai informasi, Festival Beda Setara merupakan agenda kerja sama Jaringan Gusdurian dengan Universitas Islam Negeri (UIN). Agenda ini berlangsung pada 10-16 November 2024.
Acara yang digelar dalam rangka memperingati Hari Toleransi Internasional ini mengangkat tema Menegakkan Kesetaraan untuk Kemanusiaan.
Festival ini terdiri dari sejumlah rangkaian acara, seperti simposium, pameran bestari, bioskop rakyat, learning forum, fun walk, dan puncak acaranya adalah Peringatan Haul Ke-15 Gus Dur.
Kegiatan ini dibuka langsung oleh Koordinator Sekretariat Nasional (Seknas) Jaringan Gusdurian Jay Akhmad bersama sejumlah rektor universitas di Yogyakarta. Di antaranya Rektor UIN Sunan Kalijaga Noorhaidi Hasan, Rektor Universitas Duta Wacana Wiyatiningsih, Rektor Universitas Sanata Dharma Albertus Bagus Laksana, dan sejumlah tokoh lintas iman.