Ini Kata Fatayat NU tentang Hukuman Kebiri untuk Pelaku Kejahatan Seksual
Kamis, 19 Mei 2016 | 10:20 WIB
Ketua Umum PP Fatayat NU Anggia Ermarini.
Jakarta, NU Online
Berbagai kasus pemerkosaan terhadap seorang perempuan remaja yang dilakukan oleh banyak laki-laki disertai kejahatan seksual yang terus berkelindan di tanah air membuat berbagai kalangan merasa miris dan prihatin. Hukuman kebiri pun ditawarkan oleh sebagian kalangan untuk membuat efek jera terhadap pelaku.
Bagi Fatayat Nahdlatul Ulama (NU), perhatian terhadap kekerasan anak dan kejahatan seksual terhadap perempuan sudah lama menjadi perhatiannya. Karena hal ini mempunyai dampak tidak hanya kepada korban, tetapi juga keluarga dan masyarakat secara sosial dan psikologis.
“Solusi hukuman kebiri yang ditawarkan oleh berbagai pihak juga menjadi perhatian kami bahwa Fatayat NU terus mengkaji dan berkoordinasi, khususnya dengan para kiai dalam forum Bahtsul Masail, terkait bagaimana dampak hukuman kebiri, tepat dan efektifkah hukuman tersebut jika diterapkan,” ujar Ketua Umum PP Fatayat NU, Anggia Ermarini, Kamis (19/5) saat ditemui NU Online sesaat setelah mengadakan rapat internal dengan pengurus Fatayat di Gedung PBNU lantai 5.
Perempuan kelahiran Sragen Jawa Tengah ini mendorong kepada pemerintah dan pihak-pihak berwenang untuk menghukum seberat-beratnya para pelaku kejahatan seksual. Karena menurut Anggi, efek negatifnya sistemik bahkan secara global.
Dia juga menerangkan bahwa perlindungan terhadap korban dan keluarga sangatlah penting dilakukan. Termasuk pemberian bantuan hukum agar kasus per kasus bisa diselesaikan sehingga keadilan bisa terwujud.
“Fatayat NU terus melakukan kerja sama dengan pemerintah dan lembaga-lembaga terkait untuk merumuskan langkah yang tepat agar kejahatan yang menimpa perempuan dan anak-anak ini dapat ditekan,” terangnya.
Anggi menandaskan bahwa pendidikan seksual yang positif juga perlu dilakukan secara maksimal kepada seluruh elemen masyarakat. Karena walau bagaimana pun, imbuhnya, untuk menekan kejatan tersebut, orientasi seksual perlu dirahkan pada kegiatan-kegiatan positif. (Fathoni)