Jombang, NU Online
Sidang Pleno Pembacaan Tata Tertib Muktamar ke-33 NU di Jombang berlangsung sangat lama. Beberapa kali terjadi ketegangan. Beberapa kali dibacakan shalawat badar. Beberapa kali sidang diskorsing.<>
Sidang dimulai Ahad (3/8) pagi, dan hingga tengah malam baru menyelesaikan 18 pasal dari 23 pasal yang dibahas. Sidang dihentikan pada saat pembahasan pasal 19. Pasal ini terkait sistem Ahlul Halli wal Aqdi untuk pemilihan Rais Aam PBNU.
Pasal 19 yang berbunyi. "Pemilihan Rais Aam dilakukan secara musyawarah mufakat melalui sistem Ahlul Halli wal Aqdi." “Ini pasal yang kita tunggu-tunggu,” kata Ketua Sidang Pleno H Slamet Effendy Yusuf saat memulai pembahasan pasal 19.
Pantauan dari ruang sidang, para pimpinan sidang nampak harus memimpin muktamirin dengan ekstra sabar dan adil karena begitu pasal tersebut dibacakan ratusan interupsi dari para muktamirin bermunculan.
Slamet Efendi akhirnya harus mendata terlebih dahulu para peserta yang akan menyampaikan aspirasinya. Sekitar 131 peserta terdata mulai diberikan kesempatan satu persatu untuk bertanya ataupun memberikan usulan.
Namun belum genap 10 peserta menyampaikan keinginan, keadaan sudah tidak kondusif lagi. Hal ini dikarenakan beberapa isi yang disampaikan cenderung menyudutkan pihak pihak tertentu dan mengakibatkan respon emosional. Ditambah lagi dengan beberapa peserta yang menyampaikannya dengan nada tinggi. Hal inilah yang membuat suasana menghangat sehingga sidang harus diskors beberapa kali.
Terakhir, sidang diskors tengah malam tanpa ada pemberitahuan kapan akan dilanjutkan lagi. Informasi yang diterima NU Online, sidang baru akan dimulai pukul 13.00 siang ini.
Menanggapi kondisi ini Rais Syuriyah PCNU Pringsewu KH Ridwan Syueb mengajak kepada muktamirin yang akan menyampaikan pendapat untuk mengedepankan akhlak mulia yang diwujudkan dengan perkataan yang lembut.
"Berkatalah dengan santun, lembut dan jangan bernada tinggi dalam menyampaikan pendapat," ajaknya. "Sebenarnya apa yang disampaikan memiliki muatan yang bagus, namun cara penyampaiannya yang perlu diperbaiki," tambahnya.
Sementara Katib Syuriyah PCNU Tanggamus Lampung H. Syamsul Hadi mengatakan bahwa perbedaan pendapat adalah hal yang biasa. Hal ini menunjukkan bahwa Pengurus NU memiliki pola pikir yang kritis dalam menyikapi sesuatu.
"Inilah ciri khas NU. Dan jangan heran, dinamika seperti ini akan selesai dengan baik karena para kyailah yang akan memberikan kesejukan dalam penyelesaiannya," jelas Samsul yang juga menjadi Wakil Bupati Tanggamus. (Muhammad Faizin/Anam)