Jakarta, NU Online
Perhelatan Haul Gus Dur setiap tahun selalu menyedot antusiasme luar biasa dari masyarakat, berbagai organisasi, para tokoh berbagai agama dan keyakinan, hingga tokoh nasional, tak terkecuali di Haul Ke-6 Gus Dur 2015, Sabtu (26/12) malam. Seperti di tahun-tahun sebelumnya, selain di Ciganjur, Haul juga digelar di beberapa tempat seperti Tebuireng Jombang, Surabaya, Kudus, dan daerah-daerah lain.<>
Haul Ke-6 Gus Dur di Ciganjur, Jakarta Selatan menghadirkan tokoh nasional, pejabat, seniman, ulama, dan ribuan masyarakat dari berbagai penjuru.
Tokoh-tokoh tersebut diantaranya, Rais Aam PBNU, KH Ma’ruf Amin, Ketua Umum PBNU, KH Said Aqil Siroj, Pengasuh Pesantren Al-Hikam, KH Hasyim Muzadi, Wakil Ketua Umum PBNU 2010-2015, H As’ad Said Ali, Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Menteri Agama, H Lukman Hakim Saifuddin, Menko Kemaritiman, Rizal Ramli, Menteri Sosial, Khofifah Indar Parawansa, Rais Aam JATMAN, Habib Luthfi bin Yahya, dan tokoh-tokoh lainnya.
Dalam testimoni yang berhasil dihimpun NU Online, KH Ma'ruf Amin mengatakan, Gus Dur itu buku bacaan yang tak ada habisnya. “Beliau yang merintis dinamisasi pemikiran kritis di lingkungan NU, tetapi sangat menguasai instrumen fiqh dan ushul fiqh. Bahkan beliau sangat menguasai Al-Hikam yang disebut kaada al-hikamu an-yakuna qur'aanan,” ujar Kiai yang juga Ketua Umum MUI Pusat ini.
KH Said Aqil Siroj juga menuturkan, Gus Dur mengajari dirinya untuk memahami ilmu ahwal, kondisi di sekitar kita. “Gus Dur memang tampaknya menganggap enteng masalah, tapi sebenarnya beliau berusaha menyelesaikan masalah itu dengan tepat. Termasuk juga dalam mendistribusikan tugas kepada yang lain,” ungkap Pengasuh Pesantren Al-Tsaqafah Ciganjur, Jakarta Selatan ini.
Kemudian, penulis buku Al-Qaeda, H As'ad Said Ali menjelaskan, Gus Dur tak hanya seorang kiai, tetapi juga guru politik yang senantiasa teguh menjaga nilai-nilai kemanusiaan sebagai tujuan utama. “Gus Dur merupakan guru politik yang mengajari saya untuk bisa bersikap loyal sekaligus kritis kepada pemimpin,” jelas As’ad.
Lalu, Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dalam testimoninya mengenang masa pencalonanannya di Pilkada Gubernur Bangka Belitung (Babel) yang didukung Gus Dur. “Dulu saya berucap kepada Gus Dur, Keturunan Tionghoa nggak bisa jadi Gubernur Gus. Beliau langsung menimpali, siapa bilang? Jadi Presiden juga bisa,” kenang Ahok. Dia pun tidak memungkiri bahwa jabatan Gubernurnya saat ini tak lepas dari berkah dan inspirasi Gus Dur.
Senada dengan yang lain, Menag H Lukman Hakim Saifuddin memaparkan tiga jasa utama Gus Dur . “Pertama, sejak tahun 70-an, Gus Dur mampu mengangkat kembali nilai-nilai tradisi dan institusi pesantren. Kedua, tokoh terdepan dalam menyelesaikan debat hubungan Islam dan Pancasila. Ketiga, mengingatkan dan memahamkan kita bahwa kemajemukan Indonesia adalah Sunnatullah, bukan kelemahan melainkan anugerah dari Allah,” terang Menag.
Sementara itu, Menko Kemaritiman yang juga Menteri Perkonomian di era Presiden Gus Dur, Rizal Ramli juga menuturkan dalam testimoninya bahwa dirinya banyak belajar dari Gus Dur. “Beliau mengerem rasionalitas saya dan mengajarkan hal-hal yang beyond rationality,” ungkap Rizal.
Menurutnya, kharisma Gus Dur juga sangat besar. Tidak ada pemimpin di Indonesia setelah Bung Karno yang pengaruh dan pendukungnya sebesar Gus Dur. “Mendiang Ben Anderson mengunjungi makam-makam para Presiden RI, dan membuktikan bahwa Gus Dur adalah pemimpin yang paling dicintai rakyatnya,” jelasnya.
Setiap tahun, tak kurang dari 3 juta orang berziarah ke makam Gus Dur di pemakaman keluarganya di Pesantren Tebuireng Jombang. Dari jumlah tersebut, kotak amal yang disediakan Pesantren juga menghasilkan sedekah milyaran rupiah dari para peziarah. Saat ini hasil sedekah tersebut dikelola oleh Lembaga Sosial Pesantren Tebuireng (LSPT) dan dimanfaatkan untuk kegiatan-kegiatan sosial keagamaan dan kemasyarakatan.
Momentum bersatu
Di sesi terakhir testimoni, Rais Aam Idarah Aliyah Jamiyyah Ahlit Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyah (JATMAN), Habib Luthfi bin Yahya menjelaskan, ikan di laut tidak terpengaruh akan keasinan air laut. Bahkan saat dimasak ikan laut harus diasinkan. Begitulah seharusnya Indonesia. Berbeda namun bisa bersatu.
“Percuma haul-haul melulu jika masih begitu-begitu saja. Pasca haul kita harus bisa belajar dan meneladani Gus Dur. Semestinya teriakan takbir memunculkan rumah sakit, sekolah, madrasah, dan pesantren. Bukan malah dipakai untuk hal-hal buruk,” tuturnya.
Gus Dur, tambahnya, tidak hanya sekadar menikmati harmonisasi musik klasik. Melaluinya ia menunjukkan arti penting dari demokrasi. Sunan Kudus melarang memotong sapi. Hal tersebut membuat Pangeran Poncowati tertarik belajar Islam hingga memberikan kerajaannya untuk Sunan.
Mursyid Thariqah asal Pekalongan ini menerangkan, wali itu mampu berdakwah walau sudah meninggal. Buktinya? Banyak orang-orang berdoa dan mengaji di makam mereka. “Gus Dur meninggal saja mampu mengayomi umat muslim dan non-muslim. Bagaimana ketika hidup?” jelasnya.
“Amplop yang ada di Gus Dur itu mengalir pindah. Tak jarang Gus Dur harus menambal uang transport sendiri. Salah satu karomah Gus Dur, sampai sekarang beliau masih ramai diziarahi,” ungkapnya. (Fathoni)